Telusuri

al-Qur'an dan Penghormatan Kepada Pendidiknya

Oleh : Subliyanto Bin Syamsul 'Arifin

بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، اشهد أن لا إله الا الله واشهد أن محمدا رسول الله، اللهم صل على محمد وعلى اله وصحبه اجمعين، وهو القائل : من دل على خير فله مثل أجر فاعله٠ وبعد

"Sungguh manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran."(QS: al-'Ashr : 1-3)

Penting untuk kita sadari bahwa kita tidak mengetahui dari setiap amal perbuatan masing-masing kita, amal perbuatan yang mana yang diterima oleh Allah SWT. Sebagai muslim, kita hanya bisa berikhtiyar dengan landasan keimanan, ketakawaan, dan kaikhlasan dalam beramal, yang kesemuanya tercover dalam wadah berlandaskan "ilmu".  Dan selebihnya terkait "nilai akhir" merupakan hak periogratif Allah SWT, dzat yang maha kuasa atas segalanya.

Maka melahirkan "Energi Magnetic" dalam kehidupan manusia merupakan hal yang penting. Dan diantara sumber "Energi Magnetic" adalah dengan teori "tunjuk jalan", yaitu "Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala sebagaimana yang mengerjakannya".

Dengan paradigma tersebut semoga kita kelak dapat menggunakan "energi magnetic" menuju surga hingga bisa tarik-menarik, dan memasukinya bersama-sama. Amin
***
Ada pesan yang terekam dalam tinta penulis dari seorang "guru". Disebut sebagai guru berdasarkan pada prinsip bahwa :

"Siapapun yang mengajarkan kebaikan kepada kita, kendatipun dengan satu huruf maka ia adalah guru".

Beliau yang penulis maksud adalah DR.H.Moh.Qosim, M.Si, dimana pesan di bawah ini beliau sampaikan saat kapasitas beliau sebagai Wakil Bupati (2017). Pesan yang beliau sampaikan pada momen peresmian gedung sebuah lembaga Tahfizhul Qur'an adalah :

"Ajari anak kalian tiga hal, mencintai Nabinya, keluarga Nabi,dan tilawatil Qur'an"


Bagi penulis, pesan tersebut merupakan pesan penting, sehingga penulis mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan sebagaimana mendokumentasikan hasil-hasil belajar penulis pada masa-masa sekolah, baik berupa tulisan maupun potret-potret kegiatan. Hal tersebut tidak hanya dalam rangka sebagai kenangan ataupun untuk dikenang, akan tetapi bagian dari metode belajar dalam upaya mengikat ilmu.

Baca: "Miftahul 'Ulum al-Iqra' wa Habluha al-Mirsam" (Pena Ayah Jilid VII).

Pesan singkat tersebut di atas menunjukkan akan urgensitas pendidikan al-Qur'an dalam kehidupan manusia. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Buraidah al-Aslami dari Bapaknya, Radiyallahu 'anhu :

"Barangsiapa yang membaca al-Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, kedua orang tuanya kelak di hari kiamat akan dipakaikan mahkota dari cahaya. Sinarnya persis seperti sinar matahari. Kedua orang tuanya akan diberi dua perhiasan yang tidak bisa dibandingkan dengan dunia. Kedua orang tuanya bertanya, 'Dengan apa kami mendapatkan semua ini ?', Dijawab, anakmu mempelajari al-Qur'an".

Demikianlah "kehebatan" al-Qur'an. Semoga kita semua senantiasa mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.

Sejalan dengan urgensitas al-Qur'an di atas, berikut, juga terdapat hikmah yang sangat menarik, yang bisa kita petik pelajaran dengan catatan dipandang berdasarkan konsep cara pandang dan cara memandang "kacamata islam".

Adalah Hammad bin Abi Hanifah, ketika ia telah hafal surat al-Fatihah, Abu Hanifah memberi upah kepada gurunya sebesar lima ratus dirham (pada zaman itu seekor kambing harganya satu dirham). Gurunya menganggap upah tersebut terlalu besar, sebab dia hanya mengajarkan surat al-Fatihah. Lantas Abu Hanifah berkata, "Jangan merendahkan nilai apa yang telah engkau ajarkan kepada anakku. Andai kami memiliki lebih banyak dari itu, tentu akan kami berikan kepadamu sebagai pengagungan terhadap al-Qur'an". (Prophetic Parenting : 343)

Kisah ini selain juga menunjukkan akan urgensitas belajar dan mempelajari al-Qur'an berserta mengagungkannya, juga mengandung edukasi akan penghormatan kepada guru al-Qur'an.

Kisah ini penting untuk juga dipandang berdasarkan cara pandang "Qurrata a'yun", dalam hal ini pemikiran islam. Hal tersebut guna menjaga hati para pendidik dan juga murid serta wali murid dalam perannya masing-masing. Sehingga dalam tatanan praktek tidak terjadi disposisi kaidah.

Demikian juga dengan edukasi 'kenapa murid yang harus datang ke gurunya dalam menuntut ilmu?', dan adab-adab serta etika lainnya dalam menuntut ilmu, yang muaranya adalah 'penghormatan dan kehormatan' terhadap ilmu dan shahibul 'ilmi, sebagaimana telah dilakukan oleh para shalafus shaleh as sabiqunal awwalun. Semuanya hendaknya menjadi contoh yang harus dicontoh bagi kita sebagai generasi penerus perjuangan eksistensi islam.

Semoga catatan singkat ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi para pembaca semuanya. Dan dapat di praktekkan secara maksimal dalam kehidupan kita "sesuai kemampuan kita". Dan semoga kita senantiasa mendapatkan syafaatnya kelak di hari akhir. Amin, wallahu a'lam bis shawab []

Posting Komentar

0 Komentar