Telusuri

Arif dalam Memandang dan Jadilah Pembelajar

Oleh : Subliyanto*

Nahdhatul Ulama' (NU) belakangan ini seakan menjadi gorengan, baik dari internal maupun dari eksternal itu sendiri. Terlebih dinamika keorganisasian yang berkembang terjadi pada momen politik, yang sudah tentu akan menjadi penyempurna dalam situasi dan kondisi.

Beragam respon dari publik begitu mencuat meyoroti NU, baik di media maupun sosial media. Namun sepertinya ada yang terlupakan bahwa NU adalah sebuah organisasi.

Lantas bagi kalangan awam apa yang harus dilakukan ? 

Nahdhatul Ulama' (NU) adalah organisasi, bukan mazhab yang setara dg empat mazhab. Maka dinamika organisasi akan selalu ada dan selalu berkembang sesuai keadaan zaman dan praktisi sistem kepemimpinannya.

Maka untuk berpegang teguh pada konsep-konsep dan tata nilai Islam yg hakiki adalah dengan menjadi "pembelajar", dimana sikap pembelajar adalah berprinsip pada esensi "nilai-nilai kebaikan".

Jika itu sebuah kebaikan maka ambillah tanpa melihat siapa dan golongan apa. Jika itu sebuah keburukan maka juga buanglah tanpa melihat siapa dan golongan apa. Dan inilah yang disebut dengan hikmah.

Tentu namanya kebaikan yang menjadi barometer adalah yang sesuai dengan arahan agama. Karena manusia dan "bajunya" tidak benar selamanya, pun juga tidak salah seluruhnya. Maka ambillah yang baik, dan buanglah yang tidak baik. 

Jika ada ketidak baikan dalam sebuah organisasi, sudah pasti akan diselesaikan di internal meja para penggerak keorganisasian sesuai AD-ART yang ada di tubuh organisasi itu sendiri.

Maka merupakan sebuah ketidak arifan jika sebuah titik hitam yang menetes dari pena seseorang pada lembaran putih, kemudian manusia memandang dan menjustifikasi bahwa kertas itu adalah hitam seluruhnya. 

Dan disinilah diperlukan kearifan dalam memandang, dan sikap sebagai pembelajar. Sehingga rasa fanatisme golongan tidak menjadikan garis perpecahan dalam persaudaraan. Wallahu a'lam [] 

*Penulis adalah pendidik asal Pamekasan

Posting Komentar

0 Komentar