Setiap orang tua mempunyai
kewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan baik, karena pendidikan merupakan
pondasi pokok dalam mengantarkan masa depan anak bangsa. Namun memilih
lingkungan pendidikan yang kondusif juga harus menjadi perhatian khusus bagi kita
sebagai orang tua. Terlebih bagi mereka yang hidupnya di kota-kota besar.
Adalah Ibu Alifah, seorang
ibu rumah tangga muslimah asal Semarang Jawa Tengah yang sudah 22 tahun hidup
di Denpasar Bali harus berjuang keras dalam mendidik putra-putrinya demi
menjadi generasi yang shaleh dan shalehah. Karena Denpasar Bali adalah kota
yang bebas, bebas berekspresi dan bebas berkreasi sebebas-bebasnya. Sehingga
Tak mudah bagi dirinya mendidik anak di pulau dewata.
Banyak hal yang ia lakukan
untuk mencapai tujuannya sebagai seorang muslim yang hidup di tengah-tengah
kaum mayoritas non muslim, mulai dari mewajibkan diri dan keluarganya berbusana
muslim, hingga mengelola amal usaha yang ia miliki dengan manajemen yang islami.
Berbusana muslim merupakan
sebuah kewajiban bagi dirinya sebagai seorang muslim. Sehingga bagi ibu Alifah dimanapun
ia berada termasuk berada di Denpasar Bali tidak boleh melepasnya. Karena
busana muslim adalah identitas bagi dirinya.
“
So If you want to show your identity, use hijab”
katanya.
Selain identitas diri, di
Denpasar Bali busana muslim juga dianggap menjadi identitas formal yang setara
dengan adat, sehingga jika sudah berhijab maka tidak perlu menggunakan helm
dalam berkendara roda dua. Namun dalam hal ini saja ibu Alifah harus mengahdapi
resiko-resiko besar baik dari internal maupun eksternal.
Dari internal ia harus
dihadapkan dengan penolakan keras dari keluarganya, hingga ia harus rela bercerai
dan hidup sendiri bersama anak-anaknya demi mempertahankan identitasnya sebagai
seorang muslim.
Sementara dari eksternal Ibu
Alifah harus menghadapi berbagai macam realitas kehidupan sosial dalam semua
aspek kehidupannya.
“Di Denpasar Bali harus survive”.
Ucapnya dengan semangat.
Sebagai seorang muslim ibu
Alifah sangat berharap putra putrinya menjadi anak yang shaleh dan shalehah,
sehingga ia hijrahkan anak-anaknya khususnya yang perempuan ke pesantren di
jawa, yaitu di salah satu Pesantren Tahfizhul Qur’an di Gresik. Sementara dirinya menekuni amal usaha yang
dikelolanya hingga saat ini.
Di Denpasar Bali sendiri
juga ada beberapa Lembaga Pendidikan Islam. Namun faktor lingkungan yang
menjadi pertimbangan dirinya, karena lingkungan 50% merubah pola hidup manusia,
dan sekolah serta keluarga masing-masing hanya 25% kontribusinya.
Tidak hanya itu kata Alifah,
sebagai seorang muslim yang hidup di pulau dewata ataupun yang berkunjung ke
pulau dewata harus ekstra hati-hati khususnya terkait masalah makanan, karena
hanya hitungan jari tempat-tempat makan yang bisa dijamin kehalalannya walaupun
banyak yang bertuliskan halal.
“Lebih amannya memang masak
sendiri”. Imbuhnya.
Alifah juga menceritakan tentang
gemerlapnya dunia malam kota tersebut. Dari gang pertama hingga gang berikutnya
ia tunjukkan satu persatu pusat lokasi kemaksiatan yang ramai menjadi kunjungan
orang selama 24 jam. Bahkan dari standart tarif yang termurah hingga tarif
termahal ia tunjukkan.
“Disinilah tempat kalau kita
mau menguji iman yang sesungguhnya”. Pesannya.
*Rep.
Subliyanto
*Sumber
: Alifah, Denpasar Bali, 17-18 September 2016
0 Komentar