Telusuri

Minuman Keras Induk Segala Macam Maksiat


Oleh : Subliyanto*


Hingga saat ini masyarakat diresahkan dengan adanya legalisasi barang haram berupa opening penanaman modal pada kegiatan usaha minuman keras (Miras). Legalisasi tersebut baik secara eksplisit maupun implisit sangat tampak dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta, 02 Februari 2021.

Asas pertimbangan dari perpres tersebut adalah : "Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 77 dan Pasa-l 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Presiden
tentang Bidang Usaha Penanaman Modal". Yang artinya asas utamanya adalah asas ekonomi. 

Dan daftar Miras itu sendiri terdapat pada lampiran III tentang "Daftar Bidang Usaha dengan Persayaratan Tertentu". Syarat penanaman modal pada bidang usaha miras dibuka untuk empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.

Tentu Perpres ini sangat meresahkan dan membahayakan, khususnya bagi umat Islam, sehingga adalah wajar jika menuai kritikan dengan berbagai sudut pandang, mengingat dampak dari Miras sangat membahayakan.

Dalam Islam Miras sudah baku status hukumnya, yaitu haram. Dikutip dari buku ensklopedi fiqih Islam halaman 843-844 dijelaskan bahwa,  Dari Aisyah RA. ia berkata : Rasulullah SAW. pernah ditanya perihal bit'i, yaitu minuman keras dari madu yang biasa diminum oleh penduduk Yaman, maka jawab Rasulullah SAW. "Setiap minuman yang memabukkan adalah haram".  (Muttafaqun 'alaih)

Maka jika ada yang melegalkan Miras, bagi ummat Islam hal tersebut sangat bertentangan. Apalagi legalisasi tersebut berupa Perpres yang sudah tentu bersifat instruktif dan mengikat sebagai pedoman pelaksanaan teknis sistem pemerintahan. 

Sehingga kritik membangun harus terus diupayakan secara dialogis, baik secara eksplantasi teoritis maupun aspiratif argumentatif, khususnya melalui corong-corong suara rakyat yang memang sudah memiliki kursi aspirasi di ruang diskusi. Semuanya dalam bingkai guna keselamatan bangsa, mengingat Miras sangatlah berbahaya.

Dari Abdullah bin Amr RA. bahwa Nabi SAW. bersabda, "Khamr adalah induk segala keburukan, oleh sebab itu barangsiapa yang meneguknya maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari. Jika ia mati, sementara di perutnya berisi khamr, maka ia mati seperti kematian jahiliyah". (Hasan : Shahihu Jami'us Shaghir, no.3344 dan Thabrani dalam al-Mu'jamul Autsah, no.3810).

Sungguh Miras sangat membahayakan, maka segala hal yang terkait dengan Miras janganlah dilegalkan. Miras induk segala macam kemaksiatan, maka melegalkannya sama dengan membuka pintu kemaksiatan. Semakin dibuka pintu kemaksiatan sama dengan membuka pula pintu laknat Tuhan. 

Sehingga mata rantai sebab akibat itulah penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan dalam setiap kebijakan. Tidak hanya sebatas perhatian dan pertimbangan pada aspek ekonomi semata, akan tetapi juga aspek dampak pada kehidupan sosial yang yang tidak bisa diterka.

Dari Ibnu 'Umar RA. bahwa, Rasulullah SAW. bersabda : 'Khamr dilaknat melalui sepuluh segi, pertama, zat khamrnya, kedua, pemerasnya, ketiga, yang minta diperaskannya, keempat,  penjualnya, kelima, pembelinya, keenam, pembawanya, ketujuh, yang minta diangkutkan, kedelapan, pemakan harganya, kesembilan, peminumnya, dan kesepuluh, pelayan yang menghidangkannya". (Shahih : Shahih Ibnu Majah no. 2725, Ibnu Majah II :1121 no. 3380, dan lafazh baginya, 'Aunul Ma'bud X : 112 no. 3657).

Semoga catatan singkat ini bermanfaat. Khususnya bagi para generasi bangsa yang mengimpikan aura kehidupan yang "baldatun tayyibah wa rabbun ghafur". Wallahu a'lam []

*Penulis adalah pemerhati sosial dan pendidikan asal Kadur Pamekasan
***Baca juga : 

Presiden Joko Widodo Cabut Perpres Miras Setelah Dapat Masukan Ulama

Posting Komentar

0 Komentar