Oleh :
Subliyanto*
Senin, 31 Desember 2018 merupakan hari, tanggal dan bulan serta
tahun penutup untuk tahun 2018 dalam catatan kalender Masehi. Kalender yang
notabeni dipakai sebagai patokan catatan dan jadwal kegiatan baik oleh
perorangan maupun instansi.
Berlepas diri dari pembahasan yang bersifat kontroversial bagi
sebagian kalangan, penulis hanya ingin fokus pembahasan tulisan ini pada
motivasi menuju masa depan yang lebih bermakna dari berbagai sisi.
"Masa lalu adalah sejarah, masa kini adalah realita, dan
masa depan adalah cita-cita"
Ungkapan di atas cukup kiranya menjadi renungan bagi kita untuk
terus bergerak dan berkarya menuju kehidupan yang lebih baik dalam segala aspek
yang menyertainya.
Diakui atau tidak, kalender Masehi digunakan oleh setiap kita
yang keberadaannya sebagai warga negara yang sah berdasarkan catatan sipil.
Setidaknya sebagai patokan usia dan status kita di negeri ini.
Membahas usia tentu semua manusia akan berproses untuk menjadi
manusia yang semakin dewasa dalam berpikir, berbicara, dan bergerak guna
menghasilkan hal yang bersifat positif baik untuk dirinya maupun untuk orang
lain di sekitarnya.
Maka tentu semua itu perlu kita upayakan agar kita tergolong
orang yang sukses, baik di dunia dan terlebih di akhirat kelak. Dan kunci dari
semuanya adalah ilmu. Maka benarlah petuah Rasulullah SAW. akan urgensi ilmu
dalam kehidupan kita. Karena dengan ilmu seluruh gerak kehidupan kita akan
terarah. Tentu ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang benar.
Terlebih pada 2019 di Indonesia merupakan pesta rakyat, pesta
demokrasi guna menentukan sosok pemimpin dan para wakilnya baik di pusat maupun
di daerah-daerah. Maka sudah tentu momen ini tidak ada lain yang bisa dilakukan
kecuali dengan prinsip berfastabiqul khairat dalam menjalankan demokrasi agar
situasi dan kondisi tetap terkendali.
Karena jika tidak maka mustahil persatuan dan kesatuan kita yang
kita dengungkan dan kita bangga-bangakan dalam pancasila yang juga menjadi
tujuan bersama akan terwujud.
Bagi pribadi yang berilmu tentu ia akan mengedepankan etika dan moral
dalam segala hal. Karena itulah esensi dari hakikat makhluk sosial. Maka momen
di ujung 2018 dan awal 2019 ini sudah selayaknya untuk muhasabah periodik
dengan merenungi catatan-catatan klasik guna menuju masa depan yang lebih
cantik dalam segala tatanan kehidupan yang bersifat imajinatif.
Adalah sebuah kerugian yang nyata jika segudang kebaikan yang
kita lakukan selama ini lenyap begitu saja hanya karena disebabkan oleh
tenggelamnya kita pada hal yang bersifat sementara hingga membuat kita lepas
dari nilai-nilai etika dan estetika.
Cukup indah analogi yang disampaikan oleh Rasulullah kepada
ummatnya tentang urgensi kehidupan bersaudara dan kehidupan bersama antar
sesama. Dan semua itu sudah banyak bertaburan catatan fatwanya dalam
hadits-haditsnya. Sebut saja salah satunya misalnya tentang persaudaraan sesama
muslim yang dijelaskan bahwa sesama muslim ibarat sebuah bangunan yang saling
menguatkan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam kehidupan bersama antar sesamapun juga sudah sangat jelas
prinsip-prinsip toleransinya sehingga kita sebagai ummatnya bisa membedakan dan
bersikap pada hal-hal yang bersifat "asas" dan hal-hal yang bersifat
"furuk". Semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah cermin dari
konsep islam sebagai "Rahmatan lil 'alamin".
Semoga catatan kecil ini bermanfaat khususnya kepada pribadi
penulis dan kepada khalayak umum pada skala yang lebih luas. Wallahu a'lam []
*Penulis adalah aktivis sosial dan pendidikan. www.subliyanto.id
0 Komentar