Oleh : Subliyanto*
Isu rencana
kenaikan harga rokok hingga 50.000 perbungkus masih santer diperbincangkan. Mulai
dari ruang istana hingga warung sederhana, semuanya memberi tanggapan yang
beragam sesuai dengan kapasitas keilmuan masing-masing.
Isu yang
digulirkan dengan berbagai macam alasan dalam aspek sosial kehidupan manusia
tersebut membuat rakyat meradang. Mulai dari alasan kesehatan, kemiskinan, pendidikan,
hingga alasan-alasan lain yang masih erat kaitannya dengan masalah rokok.
Wajar kiranya,
kalau isu ini mendapat banyak kecaman dari beberapa pihak, khususnya para petani
tembakau, karena disisi lain tembakau adalah sumber ekonomi mereka walaupun
sifatnya musiman.
Disisi lain
pemerintah juga tidak jelas dalam merumuskan akar permasalahan terkait masalah
rokok. Tujuan utamanya apa sih sebenarnya ? Apakah betul untuk mengurangi angka
kemiskinan ? Apakah betul untuk mengurangi angka perokok yang
terus melonjak tiap tahunnya ? dan apakah betul untuk mengurangi angka kematian
akibat rokok ? (viva.co.id, Selasa,
23 Agustus 2016 ).
Jika
memang sedertan alasan di atas yang menjadi dasarnya sehingga harga rokok harus
dinaikkan hingga 50.000 perbungkus sangatlah tidak logis. Karena gak mungkin
ada rokok kalau tidak ada pabrik rokok. Dan gak mungkin ada petani tembakau
kalau tidak ada pabrik rokok yang membelinya.
Sehingga
jika merujuk kepada alasan pemerintah yang sudah banyak tersebar di berbagai
media, yang salah satunya sebagaimana telah disebutkan di atas, maka kalau memang
betul-betul itu tujuannya seharusnya bukan menaikkan harga rokok solusinya,
akan tetapi menghapus pabrik rokok di
Indonesia, dan mencegah masuknya rokok dari negara lain. Maka dengan itu Indonesia
akan aman dari asap rokok dalam seluruh aspek sosial kehidupan masyarakat.
Apabila
pemerintah masih membiarkan adanya pabrik rokok di Indonesia, maka tujuan untuk
mencapai sederetan alasan di atas tidak akan tercapai. Nah, apakah pemerintah
berani mengambil langkah ini ???
*Penulis adalah pemerhati pendidikan
dan mantan petani tembakau, tinggal di Sleman Yogyakarta, Twitter @Subliyanto
0 Komentar