Telusuri

Menjauhkan Diri dari Penderita Penyakit Menular Bagian dari Edukasi Nabi


Oleh : Subliyanto*

Pandemi Corona belum juga sirna. Statistik penyebaran Covid-19 masih terus menjadi pantauan. "Di rumah saja" masih menjadi bagian solusi yang dilakukan dan terus dikampanyekan. Langkah-langkah strategispun oleh para pemangku kebijakan terus diupayakan. 

Isolasi mandiri menjadi solusi. Pembatasan interaksi dengan orang lain di tempat umum merupakan langkah antipatif dalam menghindari penyakit menular yang sedang mewabah saat ini. Semuanya dalam rangka memutus rantai penyebaran virus yang bernama corona, penyakit menular yang sedang melanda berbagai negeri higga saat ini.

Menjauhkan diri dari penderita penyakit menular merupakan bagian dari edukasi Nabi. Dalam buku "Prophetic Parenting, Cara Nabi mendidik Anak", dengan judul asli "Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyyah lith Thifl" yang ditulis oleh Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, dan diterjemahkan oleh Farid Abdul Aziz Qurusy dijelaskan bahwa, Rasulullah SAW. meletakkan satu kaidah umum bagi seluruh umat, baik dewasa maupun anak-anak.

Kaidah umum tersebut yaitu orang yang sedang menderita penyakit menular dilarang berinteraksi dengan orang lain di tempat umum atau mengunjungi seseorang. Hal itu untuk mencegah tertularnya penyakit kepada kaum muslimin. 

Dalam hal mendidik anak, para orang tua diingatkan agar tidak membawa anaknya yang sedang menderita penyakit menular untuk mengunjungi kerabat-kerabat dan handai tauladan. Demikian juga mereka para orang tua dilarang untuk membawa anak-anak mereka mengunjungi seseorang yang di rumahnya terdapat penderita penyakit menular sampai orang tersebut sembuh.

Dalam kitab shahih bukhari dan shahih muslim dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : "Orang yang sakit jangan sesekali mengunjungi orang yang sehat". Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa'i.

Secara umum, dalam konteks saat ini pengamalan hadits ini sangat relevan kiranya sebagai ikhtiyar fisik guna mencegah dan memutus rantai penyebaran penyakit ganas yang sedang melanda berbagai negeri, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, urgensitas ikhtiyar antara lahir dan batin bak dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya sama-sama diperlukan guna kebaikan dan keselamatan kaum muslimin.

Walaupun secara faktual efek dari semuanya akan membawa dampak yang signifikan pada seluruh sisi aspek kehidupan manusia. Baik sosial, ekonomi, pendidikan, dan aspek-aspek lain yang terkait di dalamnya. Namun jika prinsip dasarnya adalah kemashlatan umat maka hal itu layak untuk dilakukan. Karena kepentingan umum perlu lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Dibalik segala sesuatu terdapat hikmah di dalamnya. Maka sabar, iktiyar, dan tawakkal, serta meningkatkan kualitas ketakwaan merupakan bagian dari cara untuk mendapatkan berbagai hikmah tersebut. Karena apa yang Allah berikan kepada hamba-Nya bisa jadi hal itu berupa ujian, bisa juga berupa peringatan, atau bahkan bisa juga berupa azab, yang muara dari semuanya adalah agar manusia semakin dekat kepada-Nya.

Sebagai penutup, bulan Ramadhan sebentar lagi, dimana sebagai muslim diwajibkan baginya untuk melaksanan ibadah puasa. Semoga pandemi yang sedang melanda negeri ini segera berhenti. Sehingga semua aktivitas manusia bisa berjalan dengan normal kembali. Wallahu a'lam (*)

* Penulis adalah pemerhati sosial dan pendidikan asal Kadur Pamekasan

Posting Komentar

0 Komentar