Canggihnya rekayasa sosial dengan semua isu yang berkembang hari ini tidak lepas dari semua orang, mungkin termasuk kita, untuk melanggengkan persoalan di sekitar kita.
Ada pandangan umum yang mengibaratkan demokrasi sebagai alat untuk mencipta masyarakat yang paling tidak memiliki kesetaraan di dalamnya.
Apapun caranya, dalam mewujudkan cita-cita kesetaraan dalam masyarakat dalam berdemokrasi patut diapresiasi.
Begitu pula dengan hadirnya buku PENA AYAH yang saat ini berada di genggaman pembaca yang budiman.
Dalam kurun waktu beberapa tahun Subliyanto mencoba mengambil potret persoalan kebangsaan sedekat mungkin dari sumbernya, dan ditegaskan kembali melalui runtunan al-Qur’an dan Hadits.
Cukup menarik bila dilihat dari perspektif kritisisme Islam yang berkembang di Indonesia pada awal era reformasi.
Bila kita menyempatkan diri melihat beberapa karya penulisan pada era itu, tentu buku baru seperti Islam Kiri karya Eko Prasetyo pernah melintas di benak anda.
Belum lagi dengan buku-buku karya Asghar Ali Engineer, Hassan Hanafi, Kazuo Shimogaki dan lain sebagainya yang marak pada itu.
Tidak untuk menyamakan dengan karya-karya di atas, tapi buku PENA AYAH ini merupakan cuplikan dari apa yang sebenarnya ingin diceritakan kritisisme Islam dalam memandang fenomena sosial.
Meski tidak mencakup keseluruhan, namun buku ini pantas untuk dibaca secara serius. Paling tidak pembaca akan disuguhkan dengan pemahaman baru tentang fenomena sosial dalam perspektif Islam.
Jakarta, 8 Agustus 2018
Umaya Khusniah
Jurnalis Media Online
0 Komentar