Telusuri

Urgensitas Niat dalam Setiap Aktivitas

Ilustrasi Foto By Google

Oleh : Subliyanto
Bismillah, wal hamdulillahi wahdah, anjaza wa'dah, wa nashara 'abdah, wa hazamal ahzaba wahdah. As shalatu was salamu 'ala Rasulillah, Muhammad ibni 'Abdillah, al ladzi arsyadana biquwwatil iman wal Islam litha 'atillah, wa 'ala alihi wa shahbih. Ushini wa iyyakum bitaqwallah, faqat fazal muttaqun. Waba'du.

Dari Amirul mukminin, Abi Hafsh, Umar bin Khathab,RA., berkata : Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya ke arah (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia (harta atau kemenangan dunia), atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang dituju saja." (HR. al-Muhadditsain). [Terjemah Hadits Arbain Nawawiyah, hal. 13-14. Penerjemah : Sofa. H, Lc]

Hadits di atas mengedukasi kita sebagai ummatnya Rasulullah SAW. untuk senantiasa menjaga orientasi hidup dan kehidupan melalui "hifdhun niah". Hal tersebut penting agar setiap apa kita kerjakan bernilai di sisi Allah SWT. Dan yang lebih utama dari itu adalah sebagai penguat "tauhidiyah" kita kepada Allah, al-Ahad, as-Shamad, lam yalid, wa lam yulad. Sehingga kita tidak menyekutan-Nya.

Urgensitas niat dalam setiap apa yang kita kerjakan menempati posisi yang pertama dan utama. Maka hendaknya setiap dari kita senantiasa melanggengkannya. Karena niat akan menentukan arah dan tujuan kita dalam beraktivitas. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan pada hadits di atas. Selain dari itu, niat juga akan mengantarkan kita pada keberkahan-keberkahan hidup dan kehidupan.

Sementara sifat keberkahan itu tidak tampak. Karena hal itu bersifat "ilahiyah rabbaniyah", sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya "Shilatur Riyadhah Bid Din". Namun demikian para ulama' secara umum mendefinisakan tentang makna keberkahan dengan "ziyadatul khair", yaitu bertambahnya nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan kita. 

Dan meyakini akan hal tersebut di atas (keberkahan) juga bagian dari keimanan kita pada pada yang "ghaib". Karena Allah maha 'Alimul ghaibi was syahadah, fatiras samawati wal ardhi wa malikah". Sehingga esensi dari "ikhlasun niah" secara hakiki adalah menuju tauhidiyah, sebagaimana Firman-Nya dalam Surat al-Ikhlas.

Dalam sejarah para ulama' salaf pun, urgensitas niatpun dijadikan rutinitas amaliyah dalam setiap aktivitasnya. Dan menjadikannya sebagai "wasilah" utama pada setiap yang dikerjakannya menuju "i'anah wat taufiqillah".

Sebagai contoh (lil ittiba') akan urgensitas niat, bolehlah kita sejenak mengambil hikmah dari kisah as-Syafi'i dengan air zam-zam. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani dalam qalamnya tentang "Shilatur Riyadhah Bid Din", beliau menyematkan tentang kisah as-Syafi'i dengan air zam-zam kaitannya dengan keberkahan dan "tawassul bil a'malis shalihah". 

Dalam kisah tersebut dijelaskan bahwa as-Syafi'i meminum air zam-zam (dalam hal ini termasuk proses mengambilnya) diniatkan pada tiga hal. Pertama diniatkan untuk ilmu, kedua untuk riyadhah (dalam teks disebutkan "lir ramyi"), dan ketiga diniatkan untuk surga. (Read more : "as-Syafi'i wa zam-zam war riyadhah", dalam kitab "Shilatur Riyadhah Bid Din" halaman 129 versi arab).

Dari penjelasan singkat kisah beliau (as-Syafi'i) di atas sangatlah nampak akan urgensitas niat dalam setiap aktivitas dalam pandangan ulama', sehingga beliau mentradisikannya dalam setiap aktivitasnya.

Lantas bagaimana dengan kita, dalam setiap aktivitas kita ?

Maka dari itu, sebagai muslim sudah seharusnya kita betul-betul menjaga niat kita dalam setiap aktivitas kita apapun kegiatan kita (tentu kegiatan dalam bingkai kebaikan) agar keberkahanpun kita dapatkan dan tujuan kita dimudahkan dan diijabah oleh Allah, Dzat yang Maha Kuasa. Dan juga sudah tentu semuanya harus berjalan lurus dengan Ikhtiyar dan keistiqamahan kita "dhahiran wa bathinan".

Dan sebagai "ikhtitam" dari tulisan ini, penulis berpesan kepada diri penulis dan semua pembaca, agar senantiasa menjaga "ikhlasun niah" kita dalam setiap aktivitas kita. Karena hal itu termasuk dari bagian upgrading keimanan kita. Semoga catatan ini bermanfaat. Wallahu a'lam bis shawab []

Posting Komentar

0 Komentar