2016
lalu saya berkunjung ke Kalimantan Selatan. Di sana oleh sahabat saya, saya
ditunjukkan hal kecil yang unik tapi berbahaya, yaitu semut yang beracun. Jika
kita digigitnya maka bisa mengalami demam tinggi. Dari informasi tersebut saya
berhati-hati ketika berjalan kaki agar terhindar dari hewan tersebut.
Juli
2018 saya mendapat kiriman poster dari shabat saya, yang mengkampanyekan
tentang poligami dengan analogi sebuah kenikmatan ngopi bareng. Informasi yang unik
dan menarik, karena bab tersebut termasuk bab langka bahkan masih dianggap tabu
oleh masyarakat awam, dan terlebih oleh kaum feminisme yang cenderung menolak
bab poligami yang nyata dan jelas telah disyari’atkan.
Namun
pada tulisan ini penulis tidak membahas bab poligami. Karena penulis menemukan
hal yang lebih unik pada tulisan di poster itu, yaitu Comic Sans MS. Sebuah
font tulisan yang menjadi opsi dalam Microsoft Office. Mendapat kiriman
tersebuat sontak saya teringat guru saya yang mengajar aqidah pada tahun 2007
lalu.
Dalam
tusyiahnya beliau menyampaikan agar seorang muslim harus berhati-hati dalam
segala bentuk publikasi dan promosi, jangan sampai publikasi dan promosi yang
kita sampaikan mengandung unsur yang dapat merusak aqidah kita, termasuk
memilih font tulisan.
Comic
Sans MS, merupakan sebuah font tulisan yang menjadi opsi dalam Microsoft Office
yang disajikan untuk ragam tampilan tulisan. Terlepas dari apa tujuan dari hal
tersebut. Sebagai
seorang muslim patut kiranya untuk
berhati-hati dan tidak menggunakan font Comic Sans MS ketika menulis, terlebih
dalam penggunaan huruf kecil, karena font tersebut mengandung unsur kampanye lambang
salib pada huruf t-nya apabila digunakan
sebagai huruf kecil.
Comic
Sans MS termasuk hal kecil yang unik tapi berbahaya. Keberadaannya bak semut
kecil yang beracun dan sulit terdeteksi jika kita tidak teliti dan hati-hati.
Satu huruf syarat akan makna, satu kata mengandung unsur rasa, satu kalimat
mengandung makna yang sempurna. Bagaima jika tulisan kita mencapai satu baris ?
satu paragraf ? satu halaman ? bahkan satu buku ?. Berapa makna yang kita
sampaikan ? berapa rasa yang kita kampanyekan ? dan berapa otak yang kita
pengaruhi ? serta berapa dosa yang kita peroleh ?. “Na’udzubillah, wa nastaghfirullah”
Untuk
itu, mari kita lebih teliti dan lebih berhati-hati dalam segala hal, termasuk
hal yang paling kecilpun agar bisa kiranya kita memilah dan memilih, supaya
kita tidak terjebak dalam sebuah perangkap yang sudah diseeting dengan cantik,
menarik dan elegan yang dapat menjerumuskan kita ke dalam jurang kesesatan. Wallahu A’lam []
*Penulis
adalah aktivis sosial dan pendidikan serta aktif dibidang jurnalistik. www.subliyanto.id
0 Komentar