Ada kebiasaan sebagian manusia ketika
umurnya bertambah merayakannya dengan perayaan ulang tahun. Perayaan
yang dilakukan beraneka ragam caranya sesuai dengan pemahaman
masing-masing. Namun terlepas dari hal yang kontroversial itu, yang
perlu kita pahami adalah hakikat dari bertambahnya umur itu sendiri.
Walaupun secara hitungan matematis semakin bertambah umur manusia pada
hakikatnya semakin berkurang dan semakin dekat menghadapi kematian.
Karenanya perlu kita mensyukurinya dan memanfaatkan sebaik-baiknya.
“Selamat ulang tahun, semoga panjang umur.” Kalimat ini sudah lazim
kita dengar ketika seseorang berulang tahun. Lantas bagaimana
sebenarnya penjelasan dari kalimat tersebut ?
Berdasarkan kajian
penulis ditemukan penjelasan bahwa orang yang panjang umurnya adalah
orang yang menghiasi hidupnya dengan amal shaleh. “Man kana ‘umuruhu
ma’muratan bil a’malis shalihat”. Dari penjelasan singkat tersebut,
masihkah kita akan menyia-nyiakan umur kita ?
Sebagai orang
beriman yang yakin akan kehidupan yang sesungguhnya tentunya kita tidak
akan membiarkan sisa umur kita akan berlalu begitu saja. Maka sudah
seharusnya kita memanfaatkannya untuk beramal shaleh dan terus bergerak
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Berbincang tentang umur maka
sangat erat kaitannya dengan masalah kematian. Umur dan kematian bak dua
sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Maka sebaik-baiknya
nasehat adalah nasehat kematian, karena kematian adalah rahasia Tuhan,
Allah Rabbul ‘Alamain. Tidak satupun diantara kita yang mengetahuinya.
Ia (kematian) bisa datang kapan saja dan dimanapun kita berada.
Allah berfirman : “….Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang
ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak (pula) mendahulukan (nya). (Q.S Yunus: 49)”.
Ada kisah menarik yang bisa kiranya menjadi renungan dan kita ambil pelajaran dalam pembahasan umur dan kematian.
Seorang laki-laki masuk ke ruangan "Almanshur" pada hari dia dibaiat
menjadi Kholifah umat islam. Almanshur berkata : Nasihatilah aku.
Laki-laki itu berkata : Aku nasihati kamu dengan yang aku lihat atau
dengan yang aku dengar ? Berkata Almanshur : Dengan yang kau lihat.
Dia berkata : Wahai Amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz punya 11 anak.
Dan ketika matinya meninggalkan 18 dinar. Untuk kafan 5 dinar, untuk
urusan kuburnya 4 dinar dan sisanya diberikan pada anak-anaknya.
Sedangkan Hisyam punya 11 anak juga. Setiap anak mendapat bagian sejuta
dinar ketika matinya. Demi Allah wahai amirul mukminin, aku melihat
pada suatu hari anak-anak Umar bin Abdul aziz bersedekah dengan 100 kuda
untuk jihad fi sabilillah. Dan kulihat salah satu anak Hisyam
meminta-minta di pasar.
Disebutkan anak perempuan Umar bin Abdul
Aziz masuk ke kamarnya menangis. Maka dia bertanya : Apa yang membuatmu
menangis anakku ? Dia berkata : Setiap anak memakai pakaian baru, dan
aku anak amirul mukminin memakai pakaian lama.
Umar kasihan
melihat tangis anaknya, maka dia pergi kepada bendahara negara. Dia
berkata : Apakah kau mengizinkanku mengambil gajiku bulan depan?
Bendahara berkata : Tidak bisa wahai Amirul mukminin.
Maka umar
menceritakan apa yang terjadi dengan anaknya. Bendahara berkata : Kalau
begitu tidak apa-apa kau ambil gajimu bulan depan. Tetapi dengan satu
syarat. Umar berkata : Syarat apakah itu ? Bendahara : Syaratnya engkau
bisa menjamin padaku kau masih hidup bulan depan untuk bekerja dengan
gaji yang telah kau ambil lebih dulu.
Umar meninggalkannya dan
kembali ke rumahnya. Anak-anaknya bertanya : Apa yang terjadi padamu
wahai Bapak ? Dia berkata : Maukah kalian bersabar dan kita masuk syurga
bersama atau kalian tidak bersabar dan bapakmu ini masuk neraka ?
Mereka berkata : Kami akan bersabar wahai Bapak.
Kisah di atas
merupakan salah satu contoh tentang nasehat kematian. Semoga kita dapat
mengambil hikmah dari kisah di atas. Dan dapat memanfaatkan sisa umur
kita untuk senantiasa beramal shaleh, kapanpun dan dimanapun kita
berada. Wallahu A’alam []
*Penulis adalah pelajar seumur hidup. Twitter @Subliyanto

0 Komentar