Pendidikan merupakan
pengembangan seluruh aspek dalam kehidupan manusia, baik aspek kognitif, aspek
afektif, maupun aspek psikomotorik. Ketiga aspek ini dikembangkan secara
terus-menerus untuk tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Salah
satunya adalah dengan memperbanyak latihan yang nantinya akan membawa perubahan
dan perkembangan pada aspek-aspek tersebut.
Menjelang Ujian Nasional
2015, terdapat sebuah tradisi belajar yang dianggap sangat “mujarab” untuk
keberhasilan peserta didik, khususnya dalam Ujian Nasional. Sementara Ujian
Nasional itu sendiri termasuk salah satu indikator dari keberhasilan pendidikan
pada setiap jenjang pendidikan.
Tradisi tersebut merupakan
tradisi belajar untuk mengasah kemampuan peserta didik, yang dikemas dengan
Latihan Ujian Nasional, atau yang lebih dikenal dengan Tray Out Ujian Nasional,
yang mana pelaksanaanya dilaksanakan secara serentak pada setiap jenjeng
pendidikan.
Tray Out termasuk salah satu
metode dari sekian metode untuk mengembangkan aspek kognitif, aspek afektif,
serta aspek psikomotorik pada
peserta didik. Walaupun secara spesifik Tray Out dimaksudkan untuk
kesuksesan peserta didik dalam menghadapi Ujian Nasioanal.
Kalau kita merujuk kepada
sistem pembelajaran klasik, terdapat sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “At Thariqatu Ahammu Minal Maddah, Wal
Ustadzu Ahammu Minat Tariqah, Wa Ruhul Ustadzu Ahammu Min Kulli Hali”
Arti dari kaidah di atas
adalah bahwa “metode lebih utama daripada materi, dan guru lebih utama daripada
metode, serta ruh (semangat) guru lebih utama dari segalanya”.
Kaidah di atas secara garis
besar menjelaskan bahwa peran guru sangatlah penting dalam mengantarkan peserta
didiknya menjadi pribadi yang sukses dalam kehidupannya.
Adanya Try Out Ujian
Nasional, atau apapun bentuknya, pada hakikatnya merupakan amunisi bagi peserta
didik agar mereka menjadi manusia pembelajar, manusia yang sadar akan
pentingnya pendidikan, sehingga tumbuhlah pada mereka sikap kemadirian belajar.
Tapi sebaliknya, jika adanya
Tray Out Ujian Nasional, atau metode apapun yang diberikankepada peserta didik
justru membuat mereka bosan karena yang dibahas hanya itu-itu saja, sehingga
melahirkan kemalasan pada diri mereka, maka itu pertanda sebuah kemunduran
dalam pendidikan. Dan disitulah peran guru yang sesungguhnya.
Karenanya, kita sebagai guru
hendaknya selalu memberi motivasi, arahan, dan bimbingan kepada mereka dalam
setiap situasi dan kondisi. Jika guru tidak mampu membangkitkan semangat kepada
peserta didiknya, yang kemudian akan memberikan efek tumbuhnya kesadaran
belajar dan kemandirian belajar pada diri mereka, maka sistem pendidikan akan
berjalan dengan pincang, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara
sempurna.
Tentunya semua itu bukan
tugas yang ringan, dan tidak semua orang dapat melakukannya. Bahkan, dalam
sebuah ungkapan dikatan bahwa “ Al Ilmu
Fannun, Wat Ta’limu Fannun Akhar”. “Ilmu adalah seni, dan mengajar
merupakan seni tersendiri”. Namun percayalah bahwa guru adalah tugas yang
mulia. Wallahu A’lam []
0 Komentar