Telusuri

Urgensi Pendidikan Tauhid


Orang tua mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Sehingga sebagai orang tua harus mampu memberikan arahan dan bimbingan kepada anak-anaknya guna melahirkan generasi yang baik kelak di masa yang akan datang.


Pada catatan sebelumnya dijelaskan bahwa ada tiga pilar pendidikan utama yang harus kita ajarkan kepada  anak-anak kita, yaitu pendidikan tauhid, pendidikan akhlak, dan pendidikan ibadah. Dengan tiga pendidikan ini diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang shaleh. (hidayatullah.com)

Untuk melengkapi catatan tersebut, penulis ingin membahas salah satu dari tiga pilar pendidikan utama di atas, yaitu “Pendidikan Tauhid”, yang mana pendidikan ini merupakan pendidikan pertama dan utama bagi kita sebagai seorang muslim.

Dalam ajaran islam, pendidikan tauhid memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat sebuah bangunan, pendidikan tauhid adalah pondasinya. Sedangkan pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah adalah dua pendidikan yang terbangun di atasnya.

Suatu bangunan, jika dibangun tanpa pondasi yang kokoh, maka bangunan itu akan rapuh. Jangankan sampai ada gempa bumi atau badai, untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut tidak akan kuat, sehingga mudah runtuh dan hancur.

Demikian juga dengan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan ini, yang pertama dan utama ditanamkan adalah pendidikan tauhid yang benar, kemudian tauhid yang benar dihiasi dengan akhlak yang baik, dan amal ibadah yang benar dan sempurna, maka insya Allah hidupnya akan terarah, dan selalu berada di jalan yang lurus.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٦٥﴾
Artinya :Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS.az-Zumar : 65).

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari pendidikan tauhid adalah menanamkan keyakinan kepada anak-anak kita bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Tuhan yang maha Esa yang harus di sembahnya. Dialah yang menciptakan manusia, serta alam dan isinya. Sehingga kita sebagai hamba-Nya wajib mengesakan-Nya, dan menjauhkan diri kita dari kesyirikan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
Artinya : “ Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS. al-Ikhlas : 1-4)

Lantas seperti apa dan bagaimana implementasi dari pendidikan tauhid ?

Secara sederhana implementasi dari pendidikan tauhid dijelaskan dalam sebuah kisah Luqman al-Hakim ketika mendidik anaknya. Allah subhanahu wa ta’ala  berfirman :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (QS. Luqman : 13)
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ﴿١٤﴾
Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman : 14)
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٥﴾
Artinya : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman : 15)
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾
Artinya : “(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (QS. Luqman : 16)
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ ﴿١٧﴾
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman : 17)
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ﴿١٨﴾
Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman : 18)
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ﴿١٩﴾
Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman : 19)

Kisah di atas paling tidak menjadi rujukan bagi kita sebagai orang tua dalam mendidik anak-anak kita, sehingga anak-anak kita menjadi generasi yang shaleh.

Dalam mengimplementasikan pendidikan tauhid, terdapat beberapa unsur yang harus menjadi pegangan bagi orang tua dan para pendidik.  

Pertama, Allah sebagai sumber Ilmu dan Kebenaran. Dialah pendidik manusia yang sesungguhnya.  Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿١﴾ خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ﴿٢﴾ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ﴿٣﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ﴿٤﴾ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ﴿٥﴾ 
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS Al-Alaq : 1-5)

Kedua, Ridho Allah adalah tujuan kita. Seluruh aktivitas pendidikan diarahkan sepenuhnya sebagai pengabdian kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Semua pihak yang terlibat dalam pendidikan harus ikhlas, memurnikan niat semata-mata untuk mencari ridho Allah. Mencari ilmu bukan untuk kebanggaan diri, meningkatkan status sosial, atau untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah : 5)

Ketiga, Mendidik bersama Allah dan melibatkan Allah dalam keseluruhan aktivitas pendidikan. Guru dan orang tua harus dekat dengan Allah, menjaga kebersihan jiwa, dan meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan, karena jiwa yang kotor tidak akan mampu menghantarkan nilai pendidikan kepada anak.

Keempat, Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah hasil dari segala ikhtiar dalam pendidikan karena hanya Dia yang berhak memberi petunjuk kepada hamba-Nya. Dengan segala kelemahan, kebodohan, dan kemaksiatan pada diri kita sejatinya sangat tidak layak kita menjadi pendidik jiwa manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
Artinya : "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah menunjuki orang yang dikehendaki-Nya dan Allah mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk" (QS  Al-Qashash : 56)
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ ﴿٢٧٢﴾
Artinya : “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya” (QS Al-Baqarah: 272).


Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam mendidik dan membimbing anak-anak kita. Wallahu A’lam.[]

Posting Komentar

0 Komentar