Telusuri

Kisah : Banyak Ilmu, Banyak Manfaat

Suatu ketika saya mendapatkan tugas dakwah di sebuah tempat yang komunitas masyarakatnya adalah masyarakat yang majemuk, muslim dan non muslim, bahkan konon di tempat itu menjadi salah satu sasaran misionaris.


Tentunya hal itu merupakan tantangan yang berat bagi saya sebagai pemula yang melibatkan diri untuk berkecimpung di medan dakwah. Yang terbersit di kepala saya ketika mendapat tugas tersebut adalah rasa senang dan khawatir karena belum pernah mengalami hal semacam itu.

Tepatnya di lereng wilis, Dusun Turi, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, saya ditempatkan untuk menjalankan tugas mulia itu. Di tempat itu saya membawa misi untuk menghidupkan  kegiatan-kegiatan keislaman, baik melalui jalur pendidikan, mushalla dan masjid, serta pembinaan langsung di masyarakat.

Kedatangan saya diterima oleh Bapak Trimo, salah satu warga di Dusun Turi yang mempunyai rumah yang besar dan luas. Disitulah saya tinggal menjadi bagian dari keluarga mereka selama menjalankan tugas.

Tantangan pertama yang harus saya jalani adalah melawan cuaca dingin. Di tempat itu tiada hari tanpa hujan, tiada hari tanpa kabut, dan tiada hari tanpa jaket, sehingga kondisinya selalu dingin. Sempat terbersit di hati saya ingin pulang karena kondisi cuaca dingin yang tidak bersahabat dengan tubuh saya. Namun keinginan itu saya tahan, dan saya kuatkan dengan motivasi diri agar tetap melaksanakan tugas dan tidak pulang sampai tugas selesai dan berhasil.

Dengan motivasi diri itulah dan ucapan Bismillah saya awali tugas saya dengan bersilaturrahim kepada salah satu tokoh agama yang sekaligus da’i yang ada di masyarakat itu. Tokoh agama yang akrab disapa dengan Bapak Tarji itu menerima kehadiran saya dengan penuh rasa hormat dan senang.

Kepada beliaulah saya sampaikan maksud dan tujuan dari kedatangan saya, seraya menunjukkan surat tugas yang saya bawa. Beliau merespon baik maksud dan tujuan saya dan dengan penuh harapan agar tugas beliau sebagai da’i dapat terbantu.

Disela-sela perbincangan beliau menyuguhkan susu hangat yang baru di perah dari sapinya, Alhamdulillah inilah buah dari silaturrahim. Kemudian kami lanjutkan perbincangan, saya tanyakan kondisi sosial masyarakat dan kegiatan-kegiatan keislaman yang sudah ada.

Kemudian saya minta saran dan arahan tentang apa pertama kali yang bisa saya lakukan untuk menjalankan tugas saya. Beliau menyarankan untuk menghidupkan kegiatan mushalla, masjid, dan mengikuti kegiatan tahlilan muslimat yang dilaksanakan setiap hari ahad siang.

Atas saran dan arahan beliaulah saya memulai tugas saya dengan menghidupkan kegiatan pembelajaran al-Qur’an yang sudah lama fakum di mushalla.

Melalui rapat RT Bapak Tarji memperkenalkan saya kepada masyarakat dan menyampaikan kepada masyarakat bahwa kegiatan pembelajaran al-Qur’an di mushalla akan dihidupkan kembali yang akan dibantu oleh saya, sehingga masyarakat dihimbau agar bisa berpartisipasi dengan menghadiri mushallah setiap waktu shalat tiba, dan mengantarkan anak-anaknya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran al-Qur’an pada sore hari.

Mushallah yang tidak jauh dari rumah Bapak tarji tersebut menjadi tempat pertama saya dalam melaksanakan kegiatan. Kegiatan utama di mushalla adalah pembelajaran al-Qur’an bagi anak-anak dan juga ibu-ibu.

Sementara untuk kegiatan di masjid saya diberi tugas untuk menjadi bilal dan sesekali sebagai khatib jum’at.  Dengan bekal ilmu sebagai bilal dan khatib jum’at yang dulu pernah saya pelajari waktu menjadi santri kalong di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’eyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur, saya laksanakan tugas itu dengan enjoy. Sungguh hal yang sangat menyenangkan bisa mengamalkan ilmu yang saya pelajari di bangku sekolah.

Kegiatan rutin selanjutnya, saya di ajak oleh Bapak Tarji untuk mengikuti kegiatan tahlilan ibu-ibu yang rutin dilaksanakan setiap hari ahad siang. Di forum itulah saya dikenalkan kepada para jama’ah dan diminta untuk memimpin tahlil dan mengisi kajian keislaman bergantian dengan Bapak Tarji yang memang menjadi tokoh agama di kampung itu.

Alhamdulillah dulu saya dilahirkan dilingkungan Nahdiyin sehingga bisa melaksanakan tugas itu. Terlepas dari debatable mengenai tahlilan, yang jelas di forum itu saya bisa berbagi ilmu dengan masyarakat, mulai dari mengajarkan al-Qur’an, menyampaikan sekelumit tentang hukum islam sesuai dengan yang saya fahami, dan juga berbagi ilmu seni kepada mereka.

Ilmu seni yang saya ajarkan kepada mereka adalah seni musik hadrah. Kebetulan musik hadrah sebagai seni musik yang paling saya sukai. Sebagai mantan vokalis hadrah tentunya saya mempunyai pengalaman dan tahu bagaimana cara memainkannya. Masyarakat khususnya ibu-ibu sangat antosias mengikuti sehingga kesenian ini menjadi bagian dari rangkain kegiatan tahlilan.

Yang terakhir dari aktivitas saya selama di Dusun Turi adalah terjun di lembaga pendidikan dengan mengajar dan mendampingi murid dalam beraktivitas. Lembaga pendidikan yang paling dekat dengan tempat saya adalah SD dan SMP, sehingga tempat itulah yang menjadi pilihan saya untuk melaksanakan aktivitas mengajar.

Yang paling menarik bagi saya selama mengajar di sana adalah kerukunan antar agama. Tidak semua murid yang sekolah disitu muslim, ada juga yang non muslim. Demikian juga dengan gurunya, tidak semua guru yang mengajar di tempat itu muslim, ada juga yang non muslim.

Yang muslim tampil sesuai dengan identitas kemuslimannya, yang non muslim tampil dengan identitas kenonmuslimannya, tapi semuanya terakomudir dengan baik dalam satu atap, satu manajemen yang bernama sekolah. Bahkan jadwal pendidikan agamapun diatur dengan baik.

Ketika jadwal pelajaran agama islam, maka murid yang non muslim belajar di luar kelas. Pun demikian ketika jadwal pelajaran agama non muslim, maka murid yang muslim belajar di luar kelas. Hal inilah yang membuat saya tercengang, sehingga sayapun harus menyesuaikan dengan ritme yang sudah ada.

Yang jelas semua ini menjadi kenangan dan pelajaran bagi saya, sehingga membuat saya termotivasi untuk senantiasa terus belajar, belajar, dan belajar. Karena semakin banyak ilmu seseorang semakin banyak pula peluang baginya untuk menebarkan manfaat.


“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi yang manusia yang lainnya”

Posting Komentar

0 Komentar