Telusuri

Kurikulum Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, sistematik, berkesinambungan, terpola, dan terstruktur terhadap anak didik dalam rangka membentuk para peserta didik menjadi seorang insan yang berkualitas baik sacara intelek maupun moral spiritual. Pendidikan adalah aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan kedewasaannya (M. Joko Susilo 2007 : 24).

Perkembangan pendidikan menunjukan perkembangan yang sangat pesat, indikatornya adalah munculnya sekolah-sekolah baru yang menawarkan berbagai kelebihan dalam membekali peserta didik. Untuk itu, maka perlu adanya pembenahan disetiap lini atau perkembangan lembaga pendidikan tersebut, jika tidak maka harus bersiap tertinggal dan tidak diminati lagi oleh para calon peserta didik.

Sesuai dengan salah satu tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 diamanatkan adanya kenaikan anggaran pendidikan menjadi 20 % dari APBN. Anggaran pendidikan lebih tinggi dari anggaran kesehatan, karena program ini bertujuan mewujudkan manusia yang sejahtera lahir dan batin, serta menguasai sains dan teknologi dengan tetap memprespektifkan etis dan panduan moral. Seperti terlihat di negara-negara maju, kemajuan dan penguasaan sains dan teknologi yang berlangsung tanpa perspektif etis dan bimbingan moral akan menimbulkan berbagai dampak negatif. Hal ini, pada gilirannya akan menciptakan masalah-masalah kemanusiaan yang cukup berat, diantaranya krisis nilai-nilai moral, sosial dan kekosongan nilai-nilai kerohanian dan sebagainya.

Mempertimbangkan kenyataan ini, pengembangan dan penguasaan sains dan teknologi di Indonesia, seyogyanya berlandaskan pada wawasan moral dan etis. Indonesia mempunyai sejumlah modal besar yang memadai. Untuk mewujudkan cita-cita ini, di antara modal dasar yang terpenting adalah kenyataan bahwa rakyat dan masyarakat Indonesia adalah umat religius yang sangat menghormati ajaran-ajaran agama.

Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang seperti ini, banyak para orang tua peserta didik memasukkan anak-anak mereka ke dalam pondok pesantren dengan nuansa keagamaan yang masih sangat kental. Mereka ingin mendidik anak-anak mereka dalam suasana keagamaan sebanyak mungkin agar dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam menghadapi dampak negatif perkembangan zaman. Usaha ini menghadapi problem yang serius, yaitu tertinggalnya anak-anak mereka dari kehidupan modern selepas mereka dari pendidikan tradisional tersebut. Lulusan sekolah-sekolah keagamaan tradisional ini pada umumnya menjadi gagap dan tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan modern.

Realita inilah yang membuat para orang tua berfikir untuk membuat alternatif lain sebagai ganti dari sekolah-sekolah keagamaan tradisional tersebut. Mereka sadar bahwa meski pendidikan dan kultur keagamaan diperlukan bagimasa depan anak-anak tetapi modernisasi juga perlu diakomodir agar anak-anak mereka juga dapat menjadi pemenang dalam kehidupan dunia. Sekolah haruslah mampu memberi bekal dasar-dasar keagamaan yang cukup sekaligus mampu membuat anak-anak mereka tampil cakap di dunia modern, hal ini senada dengan Abdul Wahid mengutip Mucthar Bukhori bahwa tuntunan dalam pendidikan mencakup kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan (Abdul Wahid, 2002 : 264), kesadaran inilah yang kemudian menumbuh suburkan sekolah-sekolah yang berbasis keagamaan yang mengusung ilmu pengetahuan dan teknologi modern dalam kurikulum mereka sebagai upaya untuk menghadapi dan menanggapi tuntutan yang berkembang pada masa ini.

Perkembangan selanjutnya di tanah air, banyak muncul lembaga-lembaga formal berbasis keagamaan. Sekolah dengan label SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu), SMPIT (Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu), SMAIT (Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu) marak didirikan dimana-mana.

Seiring diundanngkannya UU No. 22 tahun 1999 pasal 11 tentang otonomi daerah dalam bidang pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkunngan hidup, koperasi serta tenaga kerja. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan berada di bawah kewenangan daerah kabupaten dan kota (E. Mulyasa, 2006 : 5)

Ketentuan otonomi daerah sebagaimana diuraikan diatas, telah membawa perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Bila sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat, dengan berlakunya undang-undangtersebut, kewenangan tersebut dialihkan ke pemerintah kota dan kabupaten.

Pemerintah daerah untuk selalu senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap perumusan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang digariskan pemerintah. Sekolah sebagai ujung tombak dari kebijakan pemerintah daerah dalam menjalankan kebijakannya dalam dunia pendidikan, diharapkan mampu mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan keadaan demografis, perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan teknologi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat sekitarnya.

Seiring dengan diterapkannya kurikulum tingkat satuan pendudikan (KTSP) yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing sehingga menjamin lulusannya dapat berkompetensi dan memperoleh peluang besar untuk mengisi kebutuhan sumberdaya manusia (SDM) yang dibutuhkan masyarakat.

Tentu saja kurikulum yang hanya mengandung unsur duniawi tidaklah cukup untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat atas efek globalisasi dan modernisasi yang diiringi oleh dampak westernisasi yang diikuti oleh para remaja saat ini. Para orang tua menginginkan anak-anak mereka mempunyai pondasi keagamaan yang kokoh serta dapat menguasai ilmu-ilmu sains dan teknologi yang handal.

Dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital dan strategis. Kekeliruan dan ketidak tepatan dalam melakukan pendidikan ditingkat dasar akan berakibat fatal untuk pendidikan ditingkat selanjutnya (Zamroni, 2000 : 105). Maka pendidikan dasar dan menengah juga terkait dengan pendidikan tinggi yang mendukung pencapaian tujuan akademik (M. Adnan latif, 1994 : 91). Kurikulum adalah program pembelajaran yang disediakan untuk membelajarkan siswa dalam sebuah lembaga pendidikan sehingga akan menghasilkan output sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu diadakannya manajemen kurikulum yang baik sehingga dapat menghasilkan output yang diharapkan.

Banyak definisi kurikulum yang saling berbeda antara satu dan lainnya, disebabkan karena perbedaan landasan filsafat yang dianut oleh para penulis berbeda-beda, akan tetapi adanya kesamaan fungsi, yaitu bahwa kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan (H.Dakir, 2004:1).

Posting Komentar

0 Komentar