Telusuri

Ushul Fiqh

A. Pengertian Ushul Fiqh
Secara etimologis Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; yang mana dalam tata bahasa Arab, rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain.sedangkan fiqh artinya adalah paham atau tau. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Secara terminologi ushul fiqh adalah dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara’.



Menurut jumhur ulama, ushul fiqh merupakan ilmu tentang cara menggunakan kaidah-kaidah umum ushul fiqh ( kaidah ushul fiqh ) seperti al-Amr li al-wujud ( perintah itu mengandung kewjiban ) atau an-nahy li at-tahrim. Dari kaidah-kaidah umum ini terkandung hukum-hukum terperinci yang tidak terhitung jumlahnya. Menurut mereka, ahli ushul fiqh tidak mempersoalkan dalil dan kandungannya secara terperinci, melainkan membahas dalil-dalil kulli dan kandungannya sehingga dapat ditetapkan kaidah-kaidah kulli. Misalnya al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW dapat menetapkan kaidah-kaidah kulli diperlukan keahlian khusus. Karenanya pembahasan tentang mujtahid secara otomatis sudah termasuk dalam definisi tersebut.
Menurut mazhab syafi'ie, ushul fiqh merupakan upaya untuk mengetahui dalil-dalil fiqh secara ijmal ( global ) dan cara menggunakannya, serta mengetahui keadaan oaring yang menggunakannya ( mujtahid ).
B.Objek Kajian Ushul Fiqh
Berdasarkan definisi diatas terlihat bahwa obyek kajian ushul fiqh adalah
1. pembahasan dalil-dalil yang dipergunakan dalam menggali dalil-dalil syarak. Dalil-dalil syarak tersebut ada yang disepakati oleh semua ulama, yaitu Al-Qur'an dan sunnah, dan ada yang disepakati oleh kebanyakan ulama, yaitu ijma' dan qiyas. Ada pula yang diperselisihkan oleh mereka tentang kehujjahannya, seperti istihsan, istishab ( memberlakukan hukum yang ada sejak semula), al-maslahah al-mursalah, sadd az-zariah ( mencari inti permasalahan dan dampak suatu perbuatan ), 'urf ( adat istiadat ).
2. Pembahasan dalil-dalil yang bertentangan dan bagaimana cara men-tarjih ( menguatkan ), seperti pertentangan antara al-Qur'an dan sunnah atau antara sunah dan pendapat akal.
3. Pembahasan ijtihad yakni syarat-syarat dan sifat-sifat seorang mujtahid.
4. Pembahasan syarak itu sendiri, apakah yang bersifat tuntutan ( melakukan atau meninggalkan ), yang sifatnya boleh memilih atau yang sifatnya wad'i ( sebab, syarat, dan halangan ).
5. Bagaimana cara berhujah dengan dalil-dalil tersebut, apakah dari segi lafal dalil itu sendiri atau melalui mafhum ( pemahaman ) terhadap nas.
Menurut ulama mazhab Syafi'ie yang menjadi obyek kajian para ushul fiqh adalah dalil-dalil yang bersifat global seperti kehujahan ijmak dan qias, cara menetapkan hukum dari dalil-dalil tersebut, dan status orang yang mengali dalil serta pengguna hukum tersebut. Untuk yang disebut ini mencakup syarat-syarat mujtahid serta syarat-syarat taklid.
Muhammad Mustafa az-Zuhalli (ahli fiqh dan ushul fiqh dari Suriah) menyatakan bahwa yang menjadi obyek kajian ushul fiqh adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang digunakan dalam menggali hukum syarak, baik yang disepakati (seperti kehujahan Al-Qur'an dan sunah Nabi SAW), maupun yang diperselisihkan (seperti kehujahan istihsan al-maslahah al-mursalah [kemaslahatan yang tidak ada ketentuannya dalam syarak]
2. mencarikan jalan keluar dari dalil-dalil yang secara lahir dianggap bertentangan, baik melalui al-jam'wa at-taufiq (pengompromian dalil), tarjih al-adillah, nasakh, atau tasaqut ad-dalilain (pengguguran kedua dalil yang bertentangan). Misalnya, pertentangan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, atau hadis dengan pendapat akal.
3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid), baik yang menyangkut syarat-syarat umum maupun syarat-syarat khusus keilmuan yang harus dimiliki mujtahid.
4. Pembahasan tentang hukum syar'I (nas dan ijmak), yang meliputi syarat dan macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan untuk berbuat, meninggalkan suatu perbuatan, memilih untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak, maupun yang berkaitan dengan sebab, syarat, mani', sah, fasid, serta azimah dan rukhsah. Dalam pembahasan hukum ini juga dibahas tentang pembuat hukum (al-mahkum alaih), ketetapan hukum dan syarat-syaratnya, serta perbuatan-perbuatan yang dikenai hukum.
5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang digunakan dan cara menggunakannya dalam meng-istinbat-kan hukum dari dalil-dalilnya, baik melalui kaidah bahasa maupun melalui pemahaman terhadap tujuan yang akan dicapai oleh suatu nas (ayata/hadis).

D. Perbedaan ushul fiqh dengan fikih
Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara obyek ushul fiqh dan obyek fiqh itu sendiri. Obyek kajian ushul fiqh adalah dalil-dalil, sedangkan obyek fiqh adalah perbuatan seseorang yang telah mukallaf (telah dewasa dalam menjalankan hukum). Jika usuli (ahli ushul fiqh) membahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat umum, maka fukaha (ahli fiqh) mengkaji bagaimana dalil-dalil juz'i (sebagian ) dapat diterapkan pada peristiwa-peristiwa yang partial (khusus).

E. Tujuan dan fungsi ushul fiqh
Secara umum tujuan ushul fiqh adalah untuk mengetahui dalil-dalil penetapan hukum syara’ tentang perbuatan orang mukallaf, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain. Sedangkan manfaat atau fungsi dalam mempelajari ushul fiqh adalah :
1. Dengan mengetahui ushul fiqih, kita akan mengetahui dasar-dasar dalam berdalil, dapat menjelaskan mana saja dalil yang benar dan mana saja dalil yang palsu. Dalil yang benar adalah apa yang ada di dalam al-qur’an, hadist rosulullah serta perkataan para sahabat, sedangkan dalil-dalil yang palsu adalah seperti apa yang didakwahkan oleh kaum syiah, dimana mereka mengatakan bahwa mimpi dari seorang yang mereka agungkan adalah dalil. Atau juga kelompok lain yang mengatakan bahwa perkataan para tabi’in adalah dalil, ini merupakan dalil yang palsu yang dapat merusak syariat islam yang mulia ini
2. Dengan ushul fiqih, kita dapat mengetahui cara berdalil yang benar, dimana banyak kaum muslimin sekarang yang berdalil namun dengan cara yang salah. Mereka berdalil namun dalil yang mereka gunakan tidaklah cocok atau sesuai dengan pembahasan yang dimaksudkan, sehingga pemaknaan salah dan hukum yang diambil menjadi keliru. Seperti halnya mereka menghalalkan maulid nabi dengan dalil sunnahnya puasa senin, yang mana ini sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa itu adalah salah?? Yakni dengan mempelajari ushul fiqih.
3. Ketika pada jaman sekarang timbul perkara-perkara yang tidak ada dalam masa nabi, terkadang kita bingung, apa hukum melaksanakan demikian dan demikian, namun ketika kita mempelajari ushul fiqih,kita akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan di dalam al-qur’an dan hadits. Seperti halnya penggunaan komputer, microphone dll.
4. Dalam ushul fiqih akan dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya serta adab-adabnya. Sehingga fatwa yang diberikan sesuai dengan keadaan dari yang ditanyakan.
5. Dengan mempelajari ushul fiqih, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang menjadikan adanya perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih, sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari perbedaan pendapat tersebut, yang akhirnya kita bisa berlapang dada terhadap perbedaan pendapat yang terjadi, bukannya saling mengejek dan menjatuhkan satu sama lainnya.
6. Ushul fiqih dapat menjauhkan seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya. Begitu pula dengan ushul fiqih seseorang tidak menjadi taklid dan ikut-ikutan tanpa mengetahui dalil-dalilnya.
7. Ushul fiqih dapat menjaga aqidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang menyimpang. Sehingga ushul fiqih merupakan alat yang bermanfaat untuk membendung dan menangkal segala bentuk kesesatan.
8. Ushul fiqih menjaga dari kebekuan agama islam. Karena banyak hal-hal baru yang belum ada hukumnya pada jaman nabi, dengan ushul fiqih, hukum tersebut dapat diketahui.
9. Dalam ushul fiqih, diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing. Sehingga dengan hal ini, debat kusir akan terhindari dan jalannya diskusi dihiasi oleh ilmu dan manfaat bukannya dengan adu mulut.
10. Dengan ushul fiqih, kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan dari agama islam.
F. Sumber pengambilan ushul fiqh
Ilmu Ushul Fiqh bersumber dari 5 ilmu :
1. Ilmu Ushuludin , yaitu ilmu-ilmu yang membahas masalah keyakinan. Ilmu ushul fiqh bersumber dari ilmu ushuludin, karena dalil yang dibahas di dalam ushul fiqh adalah dalil yang terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah , dan keduanya diturunkan oleh Allah swt. Kalau tidak ada keyakinan seperti ini , niscaya ilmu ushul fiqh ini tidak akan pernah muncul ke permukaan, karena salah satu tujuan ilmu ini adalah meletakkan kaidah-kaidah di dalam proses pengambilan hukum dari kedua sumber tadi.
2. Ilmu Bahasa Arab, yaitu ilmu-ilmu yang membahas tentang Bahasa Arab dengan segala cabangnya. Ilmu Ushul Fiqh bersumber dari Bahasa Arab, karena ilmu ini mempelajari teks-teks yang ada di dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya menggunakan bahasa Arab. Ilmu bahasa Arab ini mempunyai hubungan yang paling erat dengan ilmu ushul fiqh, karena mayoritas kajiannya adalah berkisar tentang metodologi penggunaan dalil-dalil syar’I, baik yang bersifat al-lafdhi ( tekstual ) maupun yang bersifat al ma’nawi ( substansial ) – sebagaimana yang pernah diterangkan - yang pada hakekatnya adalah pembahasan tentang bahasa Arab.
3. Ilmu Al Qur’an
4. Ilmu Hadist dan
5. Ilmu Fiqh


Posting Komentar

0 Komentar