Telusuri

Pemetaan Kawasan Peradaban Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Peradaban merupakan inti dari maju mundurnya suatu negara ataupun agama. Mesir kuno, Yunani kuno, Romawi kuno dan Cina kuno, disebut sebagai negara yang maju disebabkan mereka mempunyai perdaban yang maju. Malah, ketika negara mereka hancur, peradaban mereka terus bertahan dan bisa mempengaruhi perdaban-perdaban yang lain. /p Islam sebagai agama yang lahir melalui kerasulan Nabi Muhammad SAW, membawa perdaban baru bagi dunia ini, sehingga Islam dalam waktu 23 tahun dapat mempengaruhi peradaban paganisme jahiliyah bangsa Arab.

Pengaruh Islam ini kemudian juga menjalar terhadap peradaban-perdaban lain akibat perjuangan para sahabat yang secara gigih/p menyebarkan Islam ke seluruh penjuru jagat raya ini. Samuel Huntington dalam tesisnya clash of civilization, menjadikan peradaban Islam sebagai ancaman terbesar bagi peradaban Barat masa kini.



BAB II
Konsepsi Pemetaan peradaban Islam kawasan
A.Komunitas muslim di Timur Tengah dan konfilk Zionisme
Zionis telah berusaha membentuk mimpinya dengan mendirikan negara di tanah Palestina, yang kemudian dinamakan dengan Israel. Hingga kini mimpi itu masih menjadi mimpi. Klaim terhadap negara itu tidak menghasilkan sesuatu apapun kecuali kekhawatiran penduduk yang didatangkan kesana, keamanan yang terus mengancam serta pengakuan dunia internasional yang masih tidak sepakat untuk itu. Sehingga mimpi Zionis masih lagi menjadi kenangan suram bersama mitos holokus. Konflik diantara Zionis juga merupakan sebab dominan dari semua kemelut yang menimpa penduduk Palestina.

Pembentukan regim Zionis memalui proses kontra versi diantara anggota Zionis begitu juga kelanjutan pentadbiran rejim tersebut.Tdak hanya karena banyaknya fraksi yang ada didalamnya, tapi juga kenyataan dari pada personal personal yang sangat ambisius. Keberadaan banyaknya fraksi bukan saja menunjukkan keberadaan perbedaan pola berfikir tapi juga penggolongan terhadap ambisuius personal yang berkepentingan.Akibat dari pada pertikaian yang ada maka stabilitas poltik di dalam rejim itu tidak pernah ada. Satu sama lain berusaha menjatuhkan sebagaimana juga satu sama lain berusaha mengambil kesempatan yang terbaik untuk dapat berkuasa.

Kalau dilihat maka keberadaan Zionis di tanah penjajahan adalah sati kekautan yang besar, tapi kalau diperhatikan dengan sungguh sungguh maka yang ada adalah bayangan yang terbentuk dari padanya. Proklamasi sepihak dilakukan oleh Zionis tahun 1948 yang dilanjutkan dengan serangan negara negara Arab. Beberapa negara Arab itu jatuh dan sebahagian dari pada tanahnya dirampas, begitu juga tanah Palestina, dijajah dan penduduknya dibunuh. Nakba: inilah permulan eksodus besar orang Palestina dan pemerintahan berdarah Zionis berdiri diatas tanah jajahan Palestina.

Sesudah memaksa penduduk Palestina untuk menyerahkan tanahnya, maka Zionis berusaha menipu semua penduduk dunia dengan mimpinya. Penipuan yang dilakukan bukan saja pada muslimin atau selain agamanya tapi juga kepada masyarakat yang beragama Yahudi. Dengan terjadinya eksodus besar besaran dari Ethiopia, India, Iran, Rumania dan beberapa negara Eropa lainya, mulailah Zionis mencoba merealisasikan mimpinya. Tapi apa yang terjadi adalah sebaliknya. Orang orang Yahudi dari Ethiopia dan India yang kebetulan kulitnya berwarna hitam atau coklat tidak mendapat santuan sebagaimana diharapkan, mereka tetap saja menjadi orang kelas dua atau bahkan kelas tiga.

Maka terjadilah pembagian Yahudi berdasarkan tempat asalnya, maksudnya adalah Yahudi yang datang ketanah jajahan Palestina. Mereka yang datang dari dari Eropa atau Iran yang warna kulitnya putih menjadi kelas satu. Yang yang datang dari tanah Arab seperti Yaman dan Maroko atau Palestina sekalipun menjadi dari dan mereka yang datang dari Ethipia dan India menjadi kelas tiga. Mereka ini tidak berhak untuk menduduki posisi kepemerintahan tertentu, juga dalam kehidupan social mereka mendapatkan pelayanan kelas dua, termasuk dalam pemilihan tempat tinggal dan sekolah. Mereka tidak dengan semaunya menetapkan atau memilih dimana mereka hendak tinggal dan sekolah.

Dalam militerpun mereka tidak akan mendapatkan posisi yang sama dengan zionis yang berwarna putih. Mereka akan dibatasi sampai pada posisi tertentu, atau diberikan pada posisi tertentu pada bagian tertentu pula, yaitu bagaian yang tidak strategis dan secata taktis menentukan. Hal ini juga dilakukan zionis di Singapore, dimana muslimin tidak dibenarkan menduduki posisi tertentu dalam militer dan juga tidak pada bagian strtegis menentukan. Hal ini terjadi karena militer Singapore juga dipengaruhi oleh sistim militer Israel.

Beberapa sebab inti yang menjadikan terjadinya perbedaan pendapat yang cukup fundamental.
• Sebab pertama adalah perbedaan yang tejadi diantara para rabbi Yahudi yang membawkan ajaran agamanya, sehingga terjadi perbedaan yang bersifat mendasar dan fundamental. Memang regim Zionis tidak didasari oleh agama tapi nilai agama dan juga ajaran Yahudi tetap juga mendominasi kehidupan mereka. Sehingga regim itu tidak malu
membuat slogan dan semboyan program negaranya dengan mengatas namakan agama. Memang semua mengetahui bahwa agama akan dipakai untuk memenuhi demand politik rejim itu. Tapi pengaruh para Rabbi terhadap personal dan juga aktifitas plotik tidak dapat dinafikan begitu saja.
• Sebab kedua adalah terjadi pergeseran idiologis dalam pandangan Zionis itu sendiri. Permasalahan bukan saja pada keberadaan Zionis Buruh yang berasaskan sosialis, Liberal yang bourgeois, atau Zionis nasionalis dan agamis. Karena masing masing membentuk partai sebagai wadah gerakan politik mereka, seperti zionis buruh mendirikan Israeli Labor Party (Partai Buruh Israel), General Zionis yang liberal mendirikan Likud, kelompok revesionis yang nasionalis mendirikan Nasional Union, sementara kelompok agamis yang ortodok mendirikan National Religion Party (Partai Nasional Agama). Perbedaan mereka disini bukan hanya sekedar wawasan politik tapi juga wawasan idologis dan keyakinan terhadap langkah taktis dan strategis dari keberadaan rejim Zionis di Palestina.

Memang setelah Yom Kippur terjadi gejolak yang betul betul fundamental, yaitu dengan munculnya Neo Zionis dan kemudian disusul gerakan para intelektual zionis yang menamakan dirinya sebagai Post-Zionis. Petikaian ini begejolak tidak hanya di dalam tanah Palestina atau di politk regim penjajah tersebut, tapi juga di luar itu. Karena memang datangnya gerakan ini selalu ada hubungannya dengan gerakan zionis diluar tanah jajahan Palestina. Pusat pusat gerakan Zionis di Canada, Amerika dan Inggris merupakan pusat dan juga bias dari gejolak yang ada. Apa yangpasti adalah Zionis mengalami gejolak kuat dalam setiap aktifitasnya, baik dalam ekonomi, politk dan juga budaya. Semua ini didasari oleh idiolgi dan pandangan dasar agamanya yang berbeda.

Seperti pandangan ortodok Zionis dari Zionis agamis, medasari gerakannya dari pandangan Rabbi Abraham Isaac Kook dan anaknya Zevi Judah Kook, yang mana melihat kelompok lain yaitu zionis secular sebagai kelompok yang menyebabkan orang Yahudi akan terusir dari tanah Israel. Sehingga keberadaan partai mereka bukan saja karena pandangan keagamaan yang fanatic tapi juga melihat bahwa adanya kelompok orang yang sedang merusak perjalanan pengikut agama Yahudi.

Petikaian pandangan dan idiologi inipun berakibat buruk pada orang Palestina. Perang yag berkecamauk di Gaza tidaklepas dari padnagan politik dan idiologi zionis, begitu juga berhentinya peperangan itu. Perbedaan bukan pada pandangan Olmert, Livni atau Barak saja tapi adanya keterlibatan pandangan idiologis dari setiap pandangan yang tidak pernah bertemu itu. Antara memusnahkan atau hidup bersama orang bukan hanya sekedar langkah politik, tapi juga kelanjutan keberadaan Yahudi di tanah Palestina yang dijajahnya sekarang.

Masih kita ingat bagaimana kelompok Post Zionis yang memulai anti ketetapan rejim Zionis dengan menulis petisi untuk tidak pergi perang ke Selatan Libanon di zaman Menachem Begin dan Areal Sharon. Dimana petisi itu ditanda tangani sedikitnya 3000 personel yang menolak diberangkatkan ke peperangan. Permasalahan bukan mereka tidak terlatih tapi adanya perbedaan idiologis yang mendalam dibalik itu. Mereka pun siap untuk diperjara sebagai konsekwensi dari tindakannya. Pada masa peperangan ini kita selalu mendengar kata kata yang dikeluarkan oleh Livni: "Enough is enough" (Yesh Gvul) inilah semboyan dari kelompok Post Zionis. Memang kata kata bersayap ini dikatakannya, untuk membendung gerak Olmert, sekalipun keduanya ada dipartai yang sama (Kadima). Perlu diingat bahwa Livnilah yang meminta Olemert untuk turun ketika Olmert dililit kasus korupsi.

Pertikaian ideology dan wawasan politik disatu fihak dan obsesi dari interest pribadi terhadap kekuasaan merupakan bagian dari pada politik rejim penjajah tanah Palestina ini. Ditengah ini, ada Gaza, ada Palestina. Juga boleh dikatakan adanya Jordania. Bagi kelompok revesionis Jordania merupakan tanah yang harus masuk dalam bagian kekuasaan regim zionis. Tidak heran, bagi mereka bukan saja orang Palestina yang menjadi kewajiban untuk dibantai karena mereka adalah gentile (non Yahudi) tapi juga diantara mereka terjadi hal tersebut. Seperti pembunuhan terhadap kelompok Messianic Judaism di tahun 2008 telah meningkat. Mulai dari penembakan hingga sampai pemboman. Maka sekarang dimata seluruh dunia, Israel membantai penduduk Palestina.

Mereka sama sekali tidak bersalah, dan dengan kesombongannya mereka membuat kesepakatan pengiriman senjata dengan Amerika. Semua ini sebenarnya bukan merupakan showing force tapi tidak lebih menutupi semua kelemahan yang ada.
Apa yang akan terjadi didepan adalah pertentangan lebih idiologis lebih kuat antara Zionis dengan Yahudi dan juga antara Zionis dengan agama lain termasuk dengan Islam. Dengan adanya gencetan senajata setelah perang 22 hari lalu bukan berarti sudah selesai pertikaian antara Palestina dan rejim Zionis, atau antara Zionis dan Islam, tapi ini adalah tanda bahwa eskalasi pertentangan sedang meningkat. Kelemahan Barat yang berdampak kuat kepada gerakan Zionis memaksa mereka melakukan semua untuk menutupi kelemahan itu,mereka khawatir bahwa adanya kekuatan lain (Iran) akan menambah pengaruhnya di dunia. Inilah tanda tanda kehancuran rejim ini dikemudian hari

B.Komunitas muslim Afrika
a. Mauritania
Mauritania merupakan negara yang memperlihatkan integrasi yang paling kuat dalam hal identitas etnis, nasional dan identitas negara. Penduduk negara ini seluruhnya Muslim dan mengidentifikasikan diri sebagai negara Islam. Melalui perjanjian Paris sejumlah kekuatan Eropa mengakui pemerintahan Perancis atas Senegal dan beberapa daerah di Sahara Atlantik, termasuk beberapa wilayah yang sekarang menjadi wilayah Mauritania. Kehadiran Perancis berpengaruh kuat terhadap system politik Mauritania. Perancis memandang suku hassani sebagai elite politik, memberikan subsidi kepada mereka, melembagakan otoritas mereka sebagai penghubung antara pemerintah Perancis dan masyarakat umum.

Perancis juga menghentikan aktivitas perampsan tradisional sehingga mewajibkan warga Hassani mengambil alih kegiatan penggembalaan dan perdagangan. Hal ni mengakibatkan mereka mengabaikan kesukuan keagamaan yang merupakan sebagian dari fungsi tradisional mereka. Antara tahun 1902 dan 1934 Mauritania menentang peleburan diri ke dalam imperium Perancis. Serangkaian pemberontakan local dapat dikalahkan oleh Perancis sehingga mengakibatkan rakyat Mauritania menghentikan pemberontakan dan menerima kolaborasi dengan Perancis untuk melindungi kepentingan keagamaan dan ekonomi mereka.

Menjelang kemerdekaan Mauritania, muncul banyak partai di kalangan masyarakat Mauritania. Partai-partai tersebut antara lain, Entente Mouritanienne yang didirikan pada tahun 1948. Partai ini mendapat tentangan dari Union Progressiste Mouritanienne (U.P.M). Partai U.P.M sendiri terpecah dan ada yang memisahkan diri dan membentuk Association de la Jeunesse Mouritanienne yang lebih lantang menuntut kemerdekaan. Terbentuknya berbagai partai di Mauritania memperlihatkan adanya perselisihan di dalam masyarakat Mauritania antara elite tradisional dan politisi modern. Namun isu utama adalah bagaimana melestarikan identitas Mauritania dengan menghindarkan penyerapan ke dalam bangsa Arab maroko Utara atau ke dalam bangsa Senegal dan Sudan selatan. Mauritania merdeka pada tahun 1958 sebagai Republik Islam Mauritania.

Mauritania merdeka dengan memiliki kesatuan elite nasional yang memerintah masyarakat yang sangat segmenter. Setelah merdeka terjadi penyatuan partai politik antara Entente dan U.P.M, sehingga membentuk partai baru yang diberi nama Parti du Regroupement Mouritanienne. Namun pada tahun 1961 berganti nama menjadi Mouritanienne People Party. Dengan demikian komunitas segmenter tradisional dalam masyarakat Mauritania telah disatukan dalam rezim tunggal. Perpecahan masyarakat traisional secara pelan-pelan dapat diatasi melalui pembentukan sebuah komunitas yang lebih menyatu di bawah rezim tunggal yang menggunakan sebuah bahasa metropolitan dan menjanjikan identitas Islam.

b. Senegal
Senegal pada dasarnya merupakan rezim non Muslim sekuler yang memerintah sebagian besar penduduk Muslim. Meskipun rezim ini dipengaruhi oleh kultur politik Eropa dan dijalankan oleh elite non Muslim, sebagian penduduknya terdidik dalam thariqat sufi. Senegal dijalankan melalui kolaborasi antar elite negara dan elite sufi. Senegal mewakili sebuah upaya untuk mendaur ulang pola hubungan suportif klasik antara negara Muslim dan organisasi komunal Muslim.

Pemerintahan Perancis turut menyokong penyebaran Islam. Dengan mengambil sikap pragmatis terhadap kaum Muslim dan memandang mereka sebagai kelompok yang berperadaban tinggi, berpola hidup produktif dan cakap di bidang adminitrasi. Perancis memanfaatkan warga Muslim sebagai juru tulis, dan menjadikan kepala-kepala kampung sebaga perantara serta mengijinkan menjalankan hukum Islam. Di bawah pemerintah Perancis para ulama mengembara dari satu tempat ke tempat lain, guna menyampaikan pengajaran, mendirikan sekolah dan membentuk perkumpulan Muslim. Meskipun demikian Perancis mencemaskan Muslim sebagai lawan politik mereka. Untuk itu Perancis berusaha menjaga agar kekuatan Muslim tidak terorganisir dan tetap dibawah control Perancis.

Perancis membuat undang-undang nyang mengharuskan guru sekolah mendapatkan surat izin dan memilikii kecakapan dalam berbahasa Perancis. Tahun 1908 Perancis melarang peredaran surat kabar berbahasa Arab dan berusaha mengembangkan organisasi etnis dan territorial untuk memecah komunitas Muslim. Tahun 1911 bahasa Perancis wajib digunakan dalam lembaga peradilan Muslim dan para wali dilarang mengumpulkan zakat. Semua hal diatas dilakukan untuk mencegah kekuatan komunitas Islam bersatu menjadi lebih besar.

Namun semua kebijakan tidak diterapkan secara konsisten, karena setelah perang dunia I Perancis beralih kepada kebijakan yang memberikan dukungan secara selektif terhdap tokoh-tokoh Muslim. Sebagai imbal baliknya, para sufi mendukung upaya Perancis dalam menciptakan situasi yang tenang, mengumpulkan kesatuan-kesatuan tentara, mengumpulkan pajak serta meningkatkan produksi pertanian. Elite muslim menyesuaikan diri terhadap realitas pemerintahan Perancis dengan menghentikan militansi politik yang digantikan dengan kegiatan peribadatan, pendidikan, usaha perekonomian dan membentuk struktur thariqat Muslim .

Thariqat terbesar dan termasyhur di Senegal adalah Thariqat Muridiyah yang didirikan tahun 1886 oleh Ahmad Bamba seorang wali dari Wolof. Ia berpendapat berperang melawan Perancis adalah hal yang sia-sia dan menganjurkan beralih dari peperangan ke pekerjaan yang lain. Syaikh Ibra Fall seorang mantang pejuang yang bersumpah setia kepada Ahmad Bamba, berusaha untuk pengikut militernya ke dalam thariqat Muridiyah. Kepatuhan Ibra Fall menandai dominasi colonial dan kepemimpinan Muslim sebagai syarat utama bagi kelestarian masyarakat Wolof. Hubungan yang saling mendukung antara kekuatan spiritual dan kekuatan duniawi menyokong pembentukan sebuah thariqat yang lebih persuasive bagi sejumlah warga Senegal.

Namun Ahmad Bamba dalam waktu yang lama dicurigai oleh pihak Perancis sebagai penyebar aspirasi politik dan territorial. Karena hal itu ia sering diasingkan pada tahun 1895, 1902 dan 1907. Namun pada tahun1912 pihak Perancis dapat menerima bahwa ia seorang tokoh spiritual dan ekonomi dan mengizinkannya pulang ke Diourbel.

Memang sebagian besar pendukung Thariqat Muridiyah adalah petani, namun thariqat ini juga menarik simpati orang-orang yang tidak memiliki tanah, pemuda penganggur yang bekerja magang pada perkumpulan pertanian. Hal ini mengakibatkan kalangan pendukung thariqat Muridiyah menjadi sangat popular. Pada tahun 1912 thariqat ini memiliki 68.000 pendukung dan pada tahun 1960 pendukungnya bertambah menjadi 400.000 anggota. Pada saat itu sepertiga dari warga Wolof dan seperdelapan warga Senegal menjadi anggota thariqat ini.

Dalam thariqat ini amalan Islam kurang dipentingkan. Meskipun mereka puasa Ramadhan, tetapi shalat wajib dan ibadah puasa yang lainnya kurang dperhatikan. Thariqat Fall (cabang muridiyah) secara mencolok bersifat non-ortodoks dan non-kompromis. Keturunan Ibra fall tidak melaksanakan shalat atau ritual islam lainny, tetapi mereka meyakini melalui sikap kepasrahan dan bekerja serta melalui sikap lemah lembut dan praktik magis mereka dapat meraih berkah agama.

Pada saat yang sama ketika masyarakat Senegal diorganisir oleh thariqat sufi, kalangan professional dan elite perkotaan non-Muslim mengambil alih perjuangan kemerdekaan. Senegal memiliki sejarah elite politik yang berakar sejaj abad 19. Elite Senegal terlibat dalam pemerintahan Perancis, bekerja pada perusahaan Eropa dan akhirnya mewarisi kekuasaan negara. Dengan tercapainya kemerdekaan Senegal pada tahun 1960, Senegal diperintah oleh elite non-Muslim yang berpendidikan Perancis yang dipimin oleh Leopold Senghor dan partai Union Progressiste Senegalaise. Namun Senegal merupakan negara yang masyarakatnya menyatu karena bahasa Wolof digunakan oleh 80% penduduk dan dikarenakan sebagian besar warga Senegal adalah Muslim.

Pemerintahan Senegal yang merdeka dikepalai seorang presiden terpilih yang mengangkat sejumlah menteri. Di dalamnya terdapat sebuah pengadilan yang otonom. Senghor memimpin dari 1960 sampai 1980. Pada tahun 1964 Senghor menkonsolidasi kekuatan dan mengeliminir lawan-lawannya, pada tahun 1966 ia memutuskan Senegal sebagai negara sosialis dengan satu partai. 1966 sampai 1976 U.P.S menjadi partai resmi satu-satunya dalam negara Senegal, dan sejumlah thariqat menyatukan diri sebagai sebuah faksi dalam partai yang berkuasa tersebut. Dari tahun 1976-1980 Senghir mengizinkan pembentukan politik multi partai dan pemilihan umum. Setelah pemberhentian Senghor, untuk pertama kalinya Senegal diperintah seorang Muslim yaitu Abdu Diouf.

Senegal pasca kemerdekaan adalah negara sekuler ayang mayoritas penduduknya Muslim. Penduduk ini diorganisir ke dalam sejumlah thariqat sufi yang merupakan basis bagi organisasi ekonomi bagi warga pedalaman. Rezim negara dijalankan melalui kolaborasi dengan tokoh-tokoh agama yang menjadi perantara dengan masyarakat umum. Sejumlah thariqat sufi mengorganisir ekonomi kacang-kacangan yang prodiuktif dan memberikan dukungan politik kepada para pejabat di wilayah pedalaman. Thariqat Muslim tersebut selanjutnya menjadi bagian intergral bagi system politik Senegal.

Pada saat yang sama, urbanisasi yang terjadi di Senegal menimbulkan pesatnya pertumbuhan penduduk yang mulai meragukan otoritas magis para tokoh pedalaman. Di beberapa kota muncul minat terhadap bahasa Arab dan bentuk keyakinan Islam yang menitik beratkan pengamalan shalat, haji, perilaku etik, dan minat intelektual yang berdampingan dengan penekanan emosi keagamaan. Perpindahan itu membentuk Cultural Union Muslim (perkumpulan kebudayaan Muslim) pada tahun 1953. Perkumpulan ini mensponsori pengajaran bahasa Arab dan sekolah-sekolah Muslim, menentang kolonialisme, kapitalisme, dan pengaruh sufi pedalaman.

c. Nigeria
Islam di Nigeria utara telah berkembang sebagai agama elite sejak abad 15. Khilafah Sokoto mengkonsolidasikan identitas elite politik Muslim dan menjadikan Islam sebagai agama mayoritas penduduk. Para emir bertanggung jawab menerapkan keadilan, mereka mengangkat mallam sebagai pemimpin shalat, memimpin pelaksanaan perayaan dan saran sehubungan hukum agama. Secara tidak resmi para emir manjadi penengah dalam persengketaan local.

Tahun 1922 Inggris membangun perguruan katsina sebagai sekolah lanjutan modern. Bahasa inggris dijadikan pelajaran wajib, dan bahasa Arab dimasukkan menjadi bagian dari kurikulum. Pengajaran Al-Quran disampaikan oleh para mallam dengan gaji dari pemerintah Inggris. Sekolah Hukum Kano mengajarkan kurikulum yang seluruhnya Islam. Meskipun secara politik bersifat konservatif, pemerintahan Inggris membangkitkan perubahan besar di bidang ekonomi dan sosial. Pembangunan sejumlah jalan raya dan jaringan kereta api, pengembangan pertanian ekspor seperti kacang-kacangan dan kapas, mengantarkan petani Nigeria utara menuju pasar internasional.

Perkembangan ekonomi menimbulkan berbagai perubahan penting dalam struktur sosial. Kano menjadi pusat pasar Nigeria utara dan sebagai pusat pedagang yang berkembang pesat. Dengan demikian penduduk kota ini terbagi menjadi sejumlah kelompok etnis, bahasa, dan kelas. Struktur kelas terbagi menjadi elite Fulani yang berkuasa, pedagang Hausa yang kaya raya, pegawai negeri yang senior, pedagang kelas menengah dan masyarakat umum.

Selama satu abad lebih, Lagos menjadi pusat utama komunitas dan pergerakan muslim. Pada tahun 1861 kota ini menjadi bagian dari kkoloni Inggris. Pihak Inggris membantu menyelesaikan persengketaan dikalangan Muslim dan meraih reputasi lantaran bersikap tidak memihak dalam menyelesaikan perkara internal Muslim. Para pejabat Inggris bahkan melindungi sejumlah masjid. Pihak Inggris menimbulkan tantangan besar terhadap terhadap komunitas Muslim dengan memperkenalkan system pendidikan Barat dan Pendidikan Kristen. Oleh karena itu, ketika pada tahun 1896 Inggris membentuk sebuah pemerintahan yang memberikan subsidi sekolah-sekolah Muslim dengan system campuran antara kurikulum Barat dan Muslim, maka pihak Muslim memberikan respon terhadap hal ini sebagai ancaman cultural Barat dan Kristen dan membentuk komunitas pendidikan sendiri.

Kota Ibadan menggambarkan tipe struktur Muslim yang berbeda. Sebelum kemerdekaan Nigeria, Ibadan memiliki dua komunitas, yakni komunitas Yoruba dan komunitas Hausa. Komunias Yoruba-Muslim diorganisir di bawah otoritas seorang kepada iman dan beberapa pimpinan bawahannya. Sekalipun demikian, komunitas Muslim-Yoruba tidak hidup secara eksklusif melainkan menjalani hubungan sosial yang baik dengan warga Yoruba non-Muslim, termasuk melaksanakan seremoni bersama di gereja dan masjid. Disamping komunitas Muslim-Yoruba juga terdapat komunitas Muslim Hausa.
Pada abad ke-12 kehidupan para penguasa Hausa di Ibadan membentuk sebuah perkampungan untuk mereka sendiri, yang dihuni para migran dari Negeria utara, istri-istri dan gunddik mereka. Pihak Inggris dan mayoritas warga Yoruba mendukung embentukan perkampungan tersebut dibawah seorang kepala suku Hausa sebagai cara menertibkan komunitas migrant gelandangan yanh tidak hanya melibatkan para penjaja keliling, termasuk juga kalangan saudagar, bahkan para pencuri, pengemis dan penyandang problem sosial lainnya.

Pada tahun 1940-an dan 1950 masyarakat yang didominasi oleh kepala kampung dan tuan tanah tersebut terganggu oleh bangkitnya gerakan nasionalis. Disintregasi kekuasaan Inngris memaksa Hausa memcari dukungan dari parati-partai politik Nigeria. Hal ini akhirnya mengancam kelangsungangan solidaritas Hausa dan monopoli perdagangan Hausa. Dengan demikian antara tahun 1950 dan 1952, setelah terilhami oleh kunjungan Ibrahim Niass, seluruh komunitas Hausa bergabung sepenuhnya dengan thariqat Tijaniah. Kesadaran keagamaan baru tersebut juga mengubah sifat otoritas di dalam komunitas Hausa. Sekarang Mallan mempunyai peran penting sebagai guru untuk meluruskan praktek keagamaan Muslim.

Pembentukan negara nasional negeri yang mengantarkan wilayah utara dan selatan kepada framework politik yang sama secara amat mencolok dalam mengubah politik islam. Negara Nigeria sendiri memiliki sejarah yang penuh huru-hara. Lantaran menguatnya perbedaan atnis, keagamaan, dan perbedaan regional, maka amat sulit upaya penyatuan wilayah utara dan selatan kedalam nigeri merdeka. Nigeria merseka tahun 1960, tetapi pada tahun 1965 sejumlah kegagalan pemerintah dan penyelewengan para politisi hampir membangkitkan permusuhan semua kalangan. Pada tahun 1966 berbagai kekacuan di seluruh negeri, dan perlawananterhadap pemerintah dan federal diwilayah barat, mengantarkan jenderal Ivonsi meraih kekuasan pemerintahan. Ia berusah menyatukan dinas sipil disejumlah wilyah sebagai sebuah upaya untuk memberikan kekuasaan negeri kepada warga Ibo. selanjutnya sejumlah kerusuhan mengantarkan colonel Gowon meraih kekuasaan, yang memaklumatkan sebuah konstitusi baru yang membagi Nigeria menjadi dua belas negara kecil untuk memenuhi kepentingan minoritas dan mengurani kekuasaan blok utara dan selatan.

Selanjutnya antara tahun 1970 dan 1975 sejumlah kecemasan wilayah selatan terhadap dominasi wilayah utara menyulut pemberontakan baru lantaran terpicu adanya kerjasama diantara negara utara dan adanya sebuah sensus yang menunjukkan bahwa wilayah utara memiliki mayoritas penduduk. Pada tahun 1976 rezim Gowon digulingkan dan digantikan oleh pemerintahan baru militer. Setelah beberapa tahun terombang-ambing antara konsep federal dan kesatuan negara Nigeria, komisi konstitusional mencoba menciptakan system partai nasional, jabatab preisden yang kuat, dan keragaman negara-negara kecil local yang tidak dapat melawan pemerintahan pusat. Pada pemilihan umum tahun 1979 sebagian besar partai berjanji menyatukn perusahan swasta dan dukungan negara bagi pendudukan negara bagi pendidikan. Partai nasional Nigeria, mewakili sejumlah elit muslim di wilayah utara memenangkan namun, kup baru pada tahun 1984 mengembalikan kekuasaan kepada militer, Nigeria belum menemukan pemerintahan yang stabil, baik militer maupun sipil.

Dibalik instibalitas ini militer pasca 1966 secara progresif menguat negara Nigeria. Eksploitasi terhadap Nigeria menyebabkan pendapatan sangat banyak pada negara federal. Kontek politik yang berubah-ubah secara amat mencolok telah mengubah peran islam di Nigeria secara keseluruhan.
Kemudian pada tahun 1970-an sejumlah elit muslim utara harus bersekutu dengan non-muslim selatan untuk mempertahankan posisi politik mereka. Demikianlah pada tahun 1970-an telah terjadi peningkatan perhatian terhadap identitas nasional Nigeria, sebagai tandingan ikatan keagamaan dan teritorial

C.Komunitas muslim di Eropa
Komunitas Muslim Eropa tengah membentuk karakter yang berbeda dengan negara-negara asal mereka di Asia Barat, Tengah, Selatan, Tenggara, dan Afrika Utara. Islam di Eropa berasimilasi dengan ide-ide Barat mengenai sekularisasi dan demokrasi. Dua gagasan itu sampai saat ini berbenturan dengan penafsiran tradisional sebagian Muslim.

Benturan pertama, Islam merupakan agama yang menganut humanisme kolektif, sehingga doktrin-doktrinnya merupakan moral imperative sekaligus hukum positif yang mengikat komunitas Muslim.

Benturan kedua, demokrasi yang dipercaya Barat sebagai mekanisme politik terbaik pada kenyataannya tidak pernah menjadi tradisi Muslim.

Konsep kekuasan demokratis pertama dipraktikkan masyarakat Yunani Kuno pada abad ke-6 SM. Perlu dicatat bahwa peradaban Yunani purba sangat berpengaruh dalam menyumbangkan kemajuan bagi perkembangan peradaban dunia selanjutnya, karena peradaban inilah yang pertama-tama menghasilkan pengetahuan bercorak ilmiah.
Pada abad ke-4, Kristen menjadi agama resmi di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Gereja menutup sekolah-sekolah Yunani yang dianggap menyebarkan ajaran-ajaran kafir. Kekaisaran Romawi sendiri akhirnya runtuh pada abad ke-6 akibat serangan bangsa-bangsa barbar dan meninggalkan kekacauan sosial-politik.

Peradaban Islam yang baru lahir pada abad ke-7 berkembang merambah wilayah-wilayah kekusaan Romawi yang masih tersisa di Kekaisaran Timur seperti Syiria, dan Mesir. Pada saat inilah Islam bersentuhan dengan Hellenisme Yunani melalui peradaban Romawi.
Akibat pengaruh Yunani, peradaban Islam menghasilkan karya-karya ilmu pengetahuan dan seni dengan gemilang, sedangkan Eropa memasuki abad kegelapan (dark ages). Peninggalan peradaban Hellenisme yang tinggi di Eropa nyaris lenyap dari kepustakaan Eropa akibat dominasi gereja terhadap masalah sosial-politik.

Namun, pada abad ke-7 inilah peradaban Barat mulai bertumbuh, terutama ketika Perang Salib mempertemukan Barat dengan Islam. Barat yang menyadari ketertinggalan mereka mempelajari Hellenisme Yunani melalui peradaban Islam Spanyol. Persentuhan itu merupakan titik awal kebangkitan Barat, sehingga muncullah renaisans, atau kelahiran kembali peradaban Yunani yang sempat “hilang.”
Pada abad ke-17 dan 18, sains dan teknologi yang berkembang pesat mempertangguh kekuatan militer Barat. Setelah melewati abad pertengahan, Barat menyimpulkan bahwa kebenaran agama bersifat eksklusif sehingga agama harus melepaskan campur tangannya terhadap persoalan-persoalan sosial-politik.

Kemampuan Barat mengembangkan sains berimplikasi bagi penemuan-penemuan baru di bidang persenjataan, sedangkan kehancuran Kekhalifahan Muslim-Spanyol membuat pertumbuhan peradaban Islam mandek. Satu-satunya Kekhalifahan Muslim yang menonjol pada mulai abad ke-13 sampai ke-16 adalah Turki Usmani. Namun, wilayah kekuasaannya akhirnya lepas bagian demi bagian ke tangan Barat, karena ekspansi mereka tak didukung dengan semangat memajukan ilmu pengetahuan.

Pada awal abad ke-20, praktis sebagian besar negara-negara Muslim menjadi koloni negara-negara Barat. Maka, peradaban Barat pun mendominasi seluruh kehidupan komunitas Muslim sedunia, mulai pakaian, kalender, bahasa, seni sampai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kegusaran Muslim terhadap dominasi Barat menjadi kemarahan ketika Barat mendukung pembentukan Israel sebagai negara di tanah suci Palestina. Muslim menganggap Barat selalu bersikap mendua, misalnya mendukung rezim militer Aljazair yang membatalkan hasil pemilihan yang demokratis, atau tidak bergegas menyelamatkan etnis Muslim Bosnia dari pembantaian massal yang brutal oleh etnis Serbia.

Ketidakberdayaan atas supremasi Barat, dan keberpihakan Barat terhadap lawan-lawan Muslim melahirkan fundamentalisme Islam. Fundamentalisme Islam yang awalnya bertujuan menyatukan seluruh Muslim dunia dalam satu pemerintahan di bawah hukum Tuhan berkembang menjadi perlawanan radikal terhadap semua kekuatan asing yang dianggap mengancam eksistensi Islam.

Pada kenyataannya, gagasan itu tinggallah sebuah konstruk alih-alih realita, karena sukar dioperasionalisasikan. Persoalannya — seperti yang dihadapi Barat pada abad pertengahan — siapa yang berhak menafsirkan keinginan Tuhan jika semua orang merasa berhak? Dan kalau ada, apa ukurannya?

Bahkan sesungguhnya praktik politik islami berakhir pada Khalifah Keempat, Ali bin Abi Thalib, ketika kekuasaannya digulingkan melalui pemberontakan berdarah oleh Wangsa Umayah. Kebanyakan kekuasaan sesudah itu berpindah secara tragis. Semua bentuk negara-negara Muslim pasca-Empat Khalifah pun tidak lebih merupakan suatu aristokrasi.

Di pihak lain, Muslim Eropa modern yang sebagian besar adalah imigran, justru menemukan bahwa Barat adalah surga, tidak hanya dalam mencari nafkah tetapi juga dalam menjalankan ibadah, sehingga konsep pembagian daerah Islam (darul Islam) dan daerah perang (darul harb), menjadi tidak relevan lagi, karena justru mereka menikmati kebebasan beragama di negara Nonmuslim.

Komunitas Muslim Eropa juga sadar bahwa mereka tidak mungkin membangun ghetto-
ghetto, tapi mereka harus menjadi seorang Muslim sekaligus seorang Eropa pada saat yang bersamaan. Mereka lebih suka berpikir mengenai keterwakilan politik, atau membicarakan persamaan hak alih-alih mengkonfrontasikan Islam dengan Barat.
Stereotip yang ada pada sebagian besar benak Muslim negara mereka adalah Barat bersikap angkuh, licik, sadis, berusaha menghancurkan Islam dari pelbagai macam arah ketika mereka lengah. Namun, Muslim Eropa berhasil menemukan bukti bahwa persoalannya adalah kesalahpahaman antara dua budaya yang berbeda dan mereka mampu menjembatani perbedaan itu. Sebab, mereka tidak saja memahami Islam, tapi juga Barat. Dengan demikian, mereka dapat menjelaskan Islam kepada Barat dengan perspektif Barat. Di pihak lain mereka dapat berbicara mengenai Barat kepada Muslim dunia dengan perspektif Islam.

Dengan demikian, keberadaan komunitas Muslim Eropa pada masa mendatang akan menguntungkan dua peradaban mayor dunia: Barat dan Islam. Kegagalan memahami satu sama lain berpotensi dipecahkan oleh diaspora komunitas Muslim yang baru ini.

D.Komunitas muslim kawasan Amerika dan Australia
Komunitas Muslim Amerika pertama berada di Midwest. Di Dakota Utara, kaum Muslim berkumpul untuk shalat berjamaah di tahun-tahun pertama era 1900-an; di Indiana, sebuah pusat kegiatan Islam dimulai sejak 1914; dan Cedar Rapids, Iowa, adalah rumah bagi Masjid tertua yang masih digunakan hingga sekarang. Daerborn, Michigan, dipinggiran Detroit, adalah tempat Muslim Sunni dan Syiah dari banyak negara Timur Tengah. Bersama umat Kristen dari Timur Tengah, kaum Muslim Michigan membentuk komunitas Arab-Amerika terbesar di negara ini. Galangan kapal di Quincy, Massachusetts, diluar Boston, menyediakan lapangan kerja bagi imigran Muslim sejak tahun 1800-an. Di New England juga telah dibuat sebuah Islamic Center, yang kini menjadi kompleks Masjid besar untuk beribadah bagi para pelaku bisnis, guru, profesional, serta pedagang dan buruh. Di New York, Islam telah hadir dan muncul selama lebih dari satu abad.

Rumah pertama yang lain bagi imigran Muslim adalah Chicago, Illinois, dimana beberapa orang menyatakan jumlah Muslim yang tinggal disini pada awal 1900-an adalah yang terbanyak diantara kota-kota lain di AS. Lebih dari 40 kelompok Muslim telah berdiri di kawasan Chicago. Di Los Angeles dan San Fransisco, California, juga telah menjadi pusat komunitas Muslim yang besar di AS. Islamic Center di California Selatan adalah salah satu entitas Muslim terbesar di AS. Jumlah Masjid di California juga adalah yang terbanyak di AS, yakni sekitar 227 Masjid di tahun 2001.
Pada awalnya, imigran Muslim yang datang ke AS bekerja sebagai budak, tapi kini tidak sedikit yang bekerja sebagai seorang profesional. Pekerjaan lain yang dilakoni oleh Muslim di AS adalah guru, tentara, penjaga toko, sopir taksi, dokter, wiraswasta, buruh, dan pekerjaan lainnya.

Karena dalam Islam perbuatan riba diharamkan oleh agama, sebagian Muslim merasa kesulitan ketika harus mendanai dan mengembangkan usahanya. Sebagian besar lembaga keuangan dan perbankan di AS masih bersifat konvensional, dimana mereka menerapkan sistem berbunga. Namun sejak beberapa tahun lalu, sebagian lembaga keuangan dan korporasi mulai mencari cara untuk membantu Muslim AS. Beberapa program pendanaan lokal ala Islam baru-baru ini telah dimulai atau sedang dalam tahap perencanaan[22]:
• Korporasi Pengembangan Komunitas Phillips (Phillips Community Development Corp.) maupun Badan Pengembangan Komunitas Minneapolis (Minneapolis Community Development Corp.), masing-masing telah memberi dana bagi pemiliki usaha Islam dengan biaya administrasi sebagai pengganti bunga.
• Konsorsium Minneapolis dari Para Pengembang Komunitas (Minneapolis Consortium of Community Developers) telah menyediakan dua pendanaan berdasarkan biaya untuk usaha-usaha Islami sebagai proses awal.
• Delsan Auto Dealer, tempat usaha mobil bekas miliki seorang Somalia, menyediakan pendanaan bebas bunga kepada pelanggannya.
• Kelompok Twin Cities sedang berupaya untuk membentuk perserikatan kredit secara Islam.
• Bank-bank seperti Wells Fargo & Co. dan University Bank tengah mencari jalan bagaimana mereka bisa membantu usaha Islam.

Begitu juga dengan Australia, tidak mudah memang menyebutkan jumlah umat Islam di Australia secara tepat di tengah isu negatif yang ada. Namun jika merujuk data milik Adminstrasi Imigran, jumlah kaum muslimin di Australia mencapai 700.000 jiwa. Sedangkan data Kantor Perwakilan Islam di Australia mencatat angka yang lebih besar. Terutama setelah berdatangannya imigran asal Checnya, Bosnia, Irak, dan sejumlah negara muslim lainnya. Jumlah itu belum ditambah dengan muslim warga asli Australia.

Muslim Australia sekarang ini terdiri dari 27 etnis. Jumlah terbesar dari etnis Libanon, kemudian Turki, selebihnya terbagi merata. Mayoritas mereka tinggal di Kota Sydney dan Melborn. Jumlah terbesar komunitas muslim Australia ada di Sydney.

Secara formal, Islam agama terbesar kedua dari agama-agama resmi yang diakui negara di Australia. Secara protokoler pun mufti muslim mendapat urutan kedua. Misalnya dalam undangan dari pemimpin pemerintahan lokal dan federal, mereka mendapat nominasi kedua.

Muslim Australia pun mudah dikenali dengan identitas perkumpulan yang dirikan. Setiap etnis mempunyai organisasi resmi dan menghimpun Majelis Islam di setiap wilayah. Perkumpulan majelis wilayah menghimpun diri dalam wujud wadah Persatuan Majelis Muslimin Australia secara Nasional. Persatuan Majelis Muslimin Australia merupakan payung besar resmi umat Islam di Australia.

Organisasi ini mengadakan perhelatan besarnya setiap dua tahun sekali yang diberi nama Konggres Islam. Salah satu agendanya adalah memilih dan menetapkan mufti nasional dan penentuan Majelis Islam di wilayah-wilayah yang ada.
Khawatir tunas-tunas generasi baru muslim di mayarakat Australia larut dalam budaya dan bahasa setempat, maka banyak kalangan muslim menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berbahasa Arab dan agama Islam pada hari libur, Sabtu Ahad. Dan pada akhir tahun ini mereka mendirikan madrasah dan sekolah Islam full day dan selama sepekan penuh. Dengan usaha ini Jumlah Pusat Kajian dan Masjid kian bertambah banyak, yang tadinya berjumlah 76, tambah menjadi 375 Pusat Kajian dan Masjid, sedangkan sekolah-sekolah kian hari bertambah terus.

Sejarah Islam di Australia menunjukkan bahwa tanggal berdirinya Australia atau ditemukannya benua Australia pada tahun 1780M, ketika kerajaan Inggris yang menjajah Australia memanfaatkan umat Islam untuk membuka wilayah Australia dari dalam. Kelompok muslim dari etnis Afghanistan dan Indonesia dimanfaatkan Inggris, mereka ini kelompok etnis muslim yang pertama kali membuka Australia, mereka tercatat orang yang pertama kali secara level dunia yang membangun masjid-masjid di wilayah ini.

Majelis Islam Australia talah mengadakan serangkaian kajian mendalam dan berkesinambungan guna menggungkap masjid-masjid bersejarah yang didirikan umat Islam di sana. Dan masjid-masjid tua peninggalan umat Islam sampai sekarang ini masih ada. Dari hasil kajian itu, disimpulkan bahwa Islam adalah merupakan agama samawi perta yang mendiami bumi Australia.

Melihat bahwa umat Islam Australia, selama masa ditemukannya Australia merupakan kelompok minoritas, sehingga generasi muslim pertama telah menyatu dengan sebagian masyarakat Australia, di mana penduduk Australia sebagian besarnya merupakan imigran dari berbagai dunia.

Imigran muslim dari Arab mendiami diri di wilayah Australia pada tahun enam puluhan dan tujuh puluhan. Kelompok etnis yang pertama kali datang menginjakkan kaki di Australia adalah Turki, disusul kemudian Libanon.

E.Muslim Asia Tenggara
A. Masuknya islam ke Asia Tenggara
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.

Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.

1) Saluran perdagangan. Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim.Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2)Saluran perkawinan. Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.

3)Saluran pendidikan. Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.

4)Saluran kesenian. Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

5)Saluran politik. Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya:

a)Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.

b)Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.

c)Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.

B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).

Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).

Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka.

Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).

Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).

Setelah melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China.

Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia:

1)Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.

2)Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa.

3)Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.

4)Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera.

Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :

a)Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;

b)Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam;

c)Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).

C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.

Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao.

Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.

Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.

System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.

Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.

BAB III
Benturan dan Dialektika kawasan Timur (Islam) dan Barat
Pada awal dekade 1990-an, Samuel P Huntington menjadi
sangat terkenal dengan wacana yang digulirkannya the clash of civilizations. Dalam bukunya, Huntington (2005) mengarahkan Barat dan para pemimpinnya untuk mewaspadai keberadaan Islam. Pasca kemunduran komunisme, Islam menjadi satu-satunya peradaban yang memiliki potensi besar untuk menggoncang peradaban Barat, seperti apa yang telah dibuktikan dalam sejarah.

Kekhawatiran tersebut tampaknya hampir menjadi kenyataan absolut saat pasca terjadinya Tragedi WTC, 11 September 2001. Meskipun hingga saat ini belum ada penjelasan dan kejelasan ilmiah mengenai siapa sesungguhnya aktor utama di balik peristiwa ini. Namun, secara sepihak, AS, sebagai pimpinan dalam struktur hegemoni Barat, mengarahkan tuduhannya terhadap Islam yang ditunjukkan dengan ekspansi militernya ke Afghanistan dan Irak. Peristiwa tersebut seakan memberikan sebuah pembenaran bahwa dekade benturan peradaban telah dimulai.

Proses dialektis antara Islam dan Barat dalam interaksi pada masa lalu telah menggariskan perjalanan panjang dan alur sejarah yang cukup kompleks dengan menciptakan sebuah produk pengalaman sejarah yang berbeda bagi kedua belah pihak. Damai dan perang mewarnai pola relasi mereka, sebagaimana bentuk relasi dua peradaban dunia lainnya. Salah satu sudut sejarah yang mungkin banyak disinggung dalam pembahasan ini adalah pada periode kejayaan Islam (7-14 M). Selama masa tersebut, Islam menjadi sebuah kekuatan yang mampu mendominasi dua per tiga wilayah peradaban dunia, mulai dari Andalusia di sisi barat, hingga Cina.

Posisi Eropa sebagai tanah pertiwi kelahiran peradaban Barat pada masa tersebut tidak lain sebagai sebuah area pemukiman ‘primitif’ yang sangat kental dengan nuansa mistik dan absolutisme gereja sebagai kekuatan hegemonik. Hingga tidak heran, Barat pun menyebut periode tersebut sebagai sebuah masa kegelapan (The Dark Ages). Dalam ketidaksadaran masyarakat ini, Gereja menciptakan mitos-mitos agama yang merupakan sebuah legalitas atas kekuasaan yang mereka rampas atas masyarakat Eropa itu sendiri.

Islam sebagai kekuatan pencerahan seakan membawa cahaya baru bagi hutan ‘kelam’ rimba Eropa. Secara perlahan, pembebasan yang dilakukan oleh Islam mulai merambah wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan dominasi hegemonistik Gereja. Bermula dari pembebasan Yerussalem, Istanbul, Mesir, Cartago, hingga akhirnya mengelilingi daerah yang sebelumnya adalah wilayah kekuasaan absolutis Gereja, Andalusia di barat dan gerbang kota Wina di timur. Bukti kejayaan sejarah ini menciptakan sebuah ketakutan tersendiri bagi Barat, yang merupakan keturunan dari Eropa, terhadap Islam (Islamophobia).

Sepertinya, ketakutan tersebut menjadi sebuah warisan sejarah yang terus disosialisasikan dan diinternalisasikan dalam individu di masyarakat Barat. Akibatnya, pencitraan Barat terhadap Islam selalu bergerak ke arah yang bersifat negatif. Faktor lain yang menjadi kekhawatiran Barat terhadap Islam adalah perbedaan fundamental mengenai pemahaman mereka tentang konsepsi kehidupan. Pada masa hegemoni Gereja, masyarakat Eropa dibawa dalam sebuah kegelapan dengan dominasi doktrin ortodok Gereja tentang hidup yang bersifat teologis. Masyarakat terkekang dengan semua aturan mati yang tak terbantahkan, meskipun hal tersebut adalah sesat. Namun, Renaisans mampu membawa masyarakat pada sebuah era pencerahan (The Ages of Enlightment) dengan konsepsi kebebasan mutlak manusia. Dampaknya adalah Gereja sebagai simbol teologis didefinisikan sebagai kekuatan yang menghambat perkembangan kemajuan masyarakat. Walhasil, agama dikucilkan oleh Barat hanya pada sudut-sudut gereja.

Sementara itu, Islam merupakan sebuah kekuatan peradaban yang mampu mengelaborasikan antara kekuatan dari doktrin teks dengan konteks masyarakat, sebagaimana telah terjadi pada masa pertengahan. Karenanya, Barat melihat bahwa Islam merupakan sebuah hambatan bagi Barat yang materialistis dalam menyebarkan eksistensinya dengan pola modernitas yang menjauhkan agama dari kehidupan sehari-hari (sekular). Perbedaan fundamental ini menjadi salah satu penyebab timbulnya ketegangan antara Barat dan Islam. Islam merupakan kekuatan sesungguhnya yang menjadi hambatan bagi Barat. Karena itu, Huntington (2005) menulis bahwa konflik antara Kapitalis dan Marxis hanyalah konflik yang sesaat yang berifat dangkal.

Lantas muncul pertanyaan, apakah memang Barat dan Islam ditakdirkan menjadi sebuah seteru abadi yang tak pernah usang terlekang zaman? Paul Brass (1993) melihat bahwa perbedaan menjadi sebuah sumber daya politis yang diciptakan dan dieksploitasi oleh elite politik. Karenanya, konflik yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah manusia bukan disebabkan mereka berbeda secara fisik dan ideologis, tetapi karena adanya kekuatan elit politik yang mengeksploitasi dari perbedaan eksistensi setiap dari mereka.

Konsepsi tentang Clash of Civilization merupakan sebuah bentuk eksploitasi perbedaan tersebut. Gambaran tersebut menunjukkan bagaimana sosok Huntington sebagai seorang analis politik pemerintah AS, yang merupakan subjek utama Barat, menciptakan sebuah stereotipe dan citra negatif tentang Islam. Dalam tesisnya, Huntington (2005) menggambarkan bagaimana Islam merupakan bentuk peradaban yang sangat tidak beradab. Dengan data kuantitatif yang sederhana, Huntington memaparkan bahwa Islam merupakan satu-satunya peradaban yang paling banyak memiliki konflik
dengan entitas non-Islam lainnya. Dari asumsi singkat tersebut, Huntington
membuat sebuah konsepsi sesat bahwa Islam adalah teroris yang menyukai konflik
terhadap kelompok lainnya.

Salah satu analisa Huntington (2005) adalah konflik di Bosnia yang mempertentangkan antara Muslim Bosnia dan Kristen Serbia. Dalam penjelasan tersebut, ia hanya menulis bahwa terjadi konflik antara Islam dan non-Islam. Namun, tidak dijelaskan apa dan bagaimana asal-muasal konflik itu terjadi. Analisa deskriptif seperti ini tentunya membangun citra negatif terhadap Islam yang dikuantifikasikan secara sederhana sebagai peradaban yang menyukai perang. Padahal, dalam konflik tersebut, posisi Islam merupakan objek yang lemah yang tengah dibantai oleh Kristen Serbia dalam sebuah Ethnic Cleansing. Kondisi yang tidak lebih buruk dari Holocaust yang masih dipertanyakan kebenaran sejarahnya.

Analisa Huntington mengenai Clash of Civilization ini tampaknya menjadi panduan bagi Barat,khususnya AS dan sekutunya, dalam menentukan setiap sikap mereka untuk berinteraksi dengan Islam. Clash of Civilization telah membawa perubahan sikap politik luar negeri AS. Jika sebelumnya AS menggunakan containtment (penangkalan) dan detterence (penangkisan) dalam menghadapi rivalnya, Uni Soviet dalam Perang Dingin. Maka,kini AS menggunakan preemptive strike dalam menghadapi kekuatan Islam (Husaini, 2005).

Tentunya menimbulkan sebuah kesangsian, adalah bagaimana AS menggunakan tindakan containtment dan detterence dalam menghadapi Uni Soviet yang merupakan kekuatan adidaya pada masanya. Tapi, justru menerapkan preemptive strike saat berhadapan dengan Islam. Hal ini tentunya tidak akan terjadi jika AS dan sekutunya (Barat) tidak menggunakan konsepsi Clash of Civilization atas kebijakan global dan internalnya.

Sementara, aspek lain yang membuat pertentangan tersebut menjadi nyata adalah pendudukan tanah Palestina oleh Israel. Palestina adalah satu-satunya tempat di dunia kontemporer yang masih terjadi kolonialisasi model kuno. Ia merupakan pusat dunia, strategis baik secara potensi sumber daya alam, ekonomi, politik, maupun militer (Sandhiyuda, 2005). Keberadaan Israel di tanah Palestina merupakan konflik yang hingga saat ini menjadi problematikan dalam relasi Islam dan Barat. Sengketa tersebut menciptakan pergesekan yang keras.

Dalam tulisannya, Hasan Al-Banna (2005) menjelaskan bahwa setiap jengkal tanah di mana ada manusia yang memeluk Islam, maka tanah tersebut adalah bagian dari tanah air Islam yang harus terbebaskan. Penjajahan Israel di Palestina merupakan satu hal yang melanggar aturan universal tentang eksistensi sebuah bangsa. Sebelumnya, Israel merupakan bangsa yang terdiaspora di berbagai penjuru dunia. Namun, dalam perjanjian Balfour yang merupakan produk politik Barat membawa Israel menduduki tanah Palestina. Dengan kondisi tersebut tentunya sangat menyakiti hati ummat Islam, terutama Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Bukankah kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, karenanya penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.


Posting Komentar

1 Komentar

Ma'ruf ErSya mengatakan…
kokgk ada saftar pustakanya??