Telusuri

Bersegeralah Memperbaiki Kesalahan Yang Sudah Berlalu


Oleh : Subliyanto Bin Syamsul 'Arifin*


Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada kekasih-Nya, Muhammad SAW, sang guru kehidupan.

"Bertakwalah kepada Allah", merupakan pesan permulaan yang harus dan terus disampaikan tanpa rasa bosan. Dan "Ingatlah kematian serta hari pembalasan", merupakan nasehat terbaik yang juga harus dan terus saling mengingatkan, sebagai bagian dari rasa cinta dan kasih sayang. (Baca : al-'Ashr). Karenanya, menyelami esensialitas ayat qauliyah Surat al-Zalzalah menjadi penting dalam setiap kehidupan. (Baca : al-Zalzalah)

"Manusia tidak akan benar selamanya, pun juga tidak akan salah sepenuhnya", merupakan asas fitrah yang sudah sang Khaliq sematkan kepada hamba-Nya. Dan hal itu merupakan "Automatic Scenario" Tuhan yang tidak bisa kita lupakan dan kita dustakan, sebagai "Automatic System of Education" kepada hamba-Nya dalam melaksanakan amanah dan perintah-Nya dalam sosial kehidupan melalui arahan dan bimbingan dari nabi-Nya, Muhammad SAW. sebagai "The Best of Teacher" dalam hidup dan kehidupan manusia.

Dalam kehidupan sosial, kerap kita dihadapkan dengan persoalan yang kadang dianggap remeh dan receh, sehingga dengan anggapan tersebut kita merasa seakan-akan nikmat dan lezat, bahkan saking lezatnya sampai kita lupa pada hakikat kehidupan yang hakiki, yakni "Ba'dal Maut". Sehingga "Traffic Light" yang sudah semestinya harus kita taati kadang kita langgar. Dan itu semua merupakan sebuah kelalayan.

Hal tersebut kerap terjadi, baik disengaja ataupun tidak. Baik karena "kebodohan" atau kekhilafan. Namun dalam kacamata "akhirat", kesalahan secara hakiki tetaplah sebuah kesalahan. Dan itulah asas lahirnya konsep saling mengingatkan dan saling memaafkan, beserta cara yang sudah terbukukan menjadi tatanan dan tuntunan dalam kehidupan. (Baca : Tazkiyatun Nufus). Serta itu pula menunjukkan akan sifat "Rahman dan Rahim" Allah, sebagaimana termaktub dalam surat al-Fatihah yang senantiasa kita baca siang dan malam. (Baca : QS. al-Fatihah)

Hidup hanyalah sebentar, apalagi kita sebagai ummat Rasulullah SAW. yang notabeni sudah diberi "rambu-rambu" kisaran usia dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia. Maka mensyukurinya adalah merupakan sebuah kewajiban dengan memanfaatkannya sebaik mungkin dalam bingkai kebenaran dan meninggalkan segala bentuk arahan hawa nafsu yang mengajak pada teori "pembenaran" dengan seabreg alasan yang tidak "ber alas", landasan yang tidak "berlandas". Tidakkah kita takut dengan bara api neraka yang bahan bakarnya dari manusia ?????

Kasus-kasus sosial kehidupan sangatlah banyak kita rasakan dan kita temukan dengan ragam permasalahan yang menimpa dari masing-masing manusia. Hal itu harus kita akui bahwa semuanya adalah cobaan sebagai bagian dari kurikulum "Madrasah Kehidupan". Mulai dari permasalahan yang berskala kecil hingga yang berskala besar. Mulai dari wilayah kasur hingga wilayah parlementer.

Setiap manusia akan mendapatkan ujian dan cobaan sesuai dengan kapasitas dan kapabelitas dari masing-masing. Keluarga, harta, tahta, dan wanita semuanya adalah cobaan. Dan setiap manusia tidak akan diuji diluar batas kemampuannya. Hal itu semua memang sudah sangat jelas dan dijelaskan secara gamblang dan terang benderang melalui kalam-Nya yang agung. (Read More of al-Qur'an). 

Karenanya, ragam kesalahan tersebut janganlah kita biarkan menumpuk menjadi gumpalan gunung es yang mengkristal. Ataupun menumpuk bak gunung berapi yang menjulang tinggi yang penuh dengan bara yang sangat mengancam. Jangan sampai dosa-dosa kecil kehidupan kita tumpuk dan kita abaikan yang berujung pada kemurkaan Tuhan.

Sadarilah dengan hati yang paling dalam bahwa rusaknya tatanan kehidupan di daratan dan lautan disebabkan oleh olah manusia. Dan hal itu juga sudah detail serta gamblang warning dari sang pemilik alam, Allah Rabbul'alamin. (Read More of al-Qur'an). Sesungguhnya Dia Maha Benar. Serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Demikian juga konsep kemakmuran, yang sudah masyhur dengan sebutan keberkahan langit dan bumi akan diberikan kepada hamba-Nya yang senantiasa beriman dan bertakwa, sebagaimana juga telah Allah sampaikan. (Read More of al-Qur'an).

Semua itu adalah jaminan yang hakiki dari-Nya, Dzat yang tidak tertandingi. Jangankan sampai mengingkarinya, meragukannya saja merupakan "penyakit keimanan" yang dapat menggerogoti hati kita yang dapat mengundang seabreg kerusakan. Betapa tidak demikian, kalau pada jaminan Rabbani saja kita ragu. Isyaroh dari Rasulullah SAW. pun jelas bahwa "attaqwa hahuna" seraya beliau menunjuk ke dadanya. Hal ini itu menunjukkan akan urgensitas hati kita. Sehingga, sambung beliau "idza shaluhat, shaluhat jasada kulluh, wa idza fasadad fasadad jasada kulluh, ala wahiyal qalbu". (Read more of Hadits). Masih ragukah kita dengan edukasi beliau ????. Semuaitu adalah edukasi kehidupan yang sesungguhnya.

Lantas, bagaimana dengan kesalahan atau kalau menggunakan istilah ekstrimnya adalah dosa yang sudah terlanjur terjadi ? baik karena sengaja atau tidak atau bahkan karena "kebodohan" kita ?????

Dalam perspektif hikmah, terhadap hal itu maka bersegera bertaubat, dengan sebenar-benarnya taubat dengan mengikuti "Standard Operating Procedure of Taubat" yang sudah ditunjukkan dan terbukukan oleh Rasulullah SAW, dan di detailkan oleh para ulama'. Karena sesungguhnya Allah Maha pengampun.

Dalam Perspektif muamalah, kaitannya dengan transaksional haqqul 'adami dan "judge", maka bersegera untuk melakukan pembaruan transaksi dan "Judge" sesuai dengan "Standard Operating procedure Of Judge" yang juga sudah ditunjukkan secara baku dan terbukukan, oleh Rasulullah SAW, serta di detailkan oleh para ulama'.(Baca dan cari sesuai kasus yang terjadi). Dan pada poin ini pembaruan transaksi ataupun "judge" bersifat WAJIB sebagai bentuk "nasakh-mansukh" dari kesalahan yang sudah terlanjur terjadi. Adapun hal yang bersifat material merupakan wilayah "kemanusiaan" dalam hal ini ranah meja musyawarah mufakat sampai titik hati yang tidak memberatkan antara satu sama lain (antarodhin). Sesungguhnya Allah Maha pemurah lagi Maha Penyayang.

Dan dalam perspektif pendidikan, bangkit dan teruslah belajar dan mempelajari hal yang belum kita ketahui. Karena tugas belajar bagi setiap insan adalah fardu 'ain hingga mati. Adapun hal yang terkait dengan konsep belajar merupakan hal yang bersifat optional kondisional. Dalam arti bahwa belajar yang dimaksud disini tidak monoton pada formalitas yang mengarah pada identitas dan popularitas. Karena tujuan utama pendidikan adalah "menjadi manusia baik". Hal itu sebaimana dijelaskan oleh Syed Naquib al-Attas. (Read more : Islamia). Dan baik yang dimaksud disini adalah "on the right track" yaitu sesuai dengan perintah Allah SWT, dan bayan dari Rasulullah SAW.

Wal hasil, karena pembahasan ini berkaitan hukum dalam tatanan sosial masyarakat, dan juga berkaitan dengan "ghirah" serta "i'tiqad" untuk menjadi insan yang lebih baik dari kemarin, dan hari ini, serta hari esok, menuju hari "yaumul ba'tsi" kelak, maka pendekatkan teori yang diambil dan disuguhkan dalam pembahasan ini adalah teori "nasakh-mansukh", teori hikmah, dan pendidikan. Karena penulis menilai teori tersebut merupakan teori kebangkitan dan pembangkitan serta pembaruan dan persatuan. 

Dimana secara prinsip hikmah, setiap manusia dengan mengakui kesalahannya saja sudah bernilai luar biasa. Artinya ia menyadari kelemahannya sebagai hamba-Nya. Dan hal itu juga menunjukkan masih ada iman di dadanya. Maka harus kita syukuri.

Dan memperbaiki kesalahan dengan mengikuti SOP yang sudah baku dan berlaku maka derajatnya semakin naik. Ibarat orang tertidur hingga bablas dan meninggalkan shalat, mengakui kesalahan merupakan pengakuan dari teguran alamiyah, sehingga ia "melek" dan bersegera bangun dan bangkit. Dan memperbaiki kesalahan sesuai dengan SOP yang baku, merupakan langkah kebangkitan menuju kebaikan dan perbaikan serta persatuan yang sudah otomatis bernilai baik. Titik tekan dari semuanya adalah bagaimana kita menjaga niat dan iman kita.

Dalam perspektif tulis-menulis memperbaiki kesalahan yang sudah berlalu (sudah terlanjur terjadi), ibarat pensil dan penghapus. Sehingga saat kita menemukan sebuah kesalahan maka bersegera untuk memperbaikinya merupakan langkah yang mulia. Dan hal ini bukan hanya teori logis dan analitis, namun hal ini juga sudah final edukasinya dari Allah SWT, dan Rasulullah SAW. baik bersifat harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Hal itu merupakan strategi solutif antipatif sebelum menjadi gulungan benang yang kusut yang pada akhirnya sulit perbaikannya.

Tarbiyah memperbaiki kesalahan yang bersifat harian dapat kita lihat pada keutamaan shalat lail yang penuh dengan keberkahan dan kekuatan. Tarbiyah memperbaiki kesalahan mingguan dapat kita lihat pada keutamaan hari jum'at. Tarbiyah bulanan dan tahunan dapat kita lihat pada keutamaan Ramadhan dan Sya'ban. Semua itu merupakan tarbiyah yang sangat bermakna yang berpusat pada sumber ilmu paling hulu, yaitu Allah al-Ahad.


Semua teori pendekatan di atas bak setali mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling terkait dan berkaitan. Sehingga semuanya harus berjalan lurus dan seimbang dalam upaya mengetuk pintu pengampunan. Dengan harapan, semoga dengan demikian dapat memperbaiki semua elemen-elemen kesalahan kita yang sudah berlalu. Iman dan niat serta upaya yang maksimal melalui rel-rel kehidupan yang sudah disediakan Insya Allah dapat mengantarkan gerbong-gerbong yang di dalamnya berisi seabreg kesalahan, kekeliruan, kekhilafan dan sejenisnya. Sesungguhnya Allah maha pengampun, pengasih, dan penyayang. Jangan pernah ragu dan meragukan sedikitpun akan hal itu.
***
Pada tulisan ini, penulis tidak banyak menggunakan sajian data, karena sudah terintegrasi melalui pesan tersirat untuk membangkitkan rasa dan menyadarkan diri kita. Karena ruh pertama dalam perubahan adalah kesadaran. Pun tidak banyak menyodorkan dalil, karena juga sudah terintegrasi melalui pesan tersirat edukatif yang bersifat kontinyuitas. Dan semua yang bersifat literasi mudah dicari selama ruh untuk menjadi pembelajar tidak pudar. Sehingga disini yang disajikan hanyalah umpan-umpan yang bersifat "nilek" amunitif beserta cuitan-cuitan warning informatif. Sehingga kalimat "Astaghfirullahal 'adhim" penulis sampaikan dari hati yang paling dalam. Karena kebenaran yang mutlak hanyalah dimiliki yang Maha Mengerti dan Maha Adil.

Sebagai ikhtitam, penulis tutup tulisan ini dengan bait do'a yang dalam beberapa referensi merupakan salah satu do'a yang dibaca oleh para shalafus shaleh pada malam Nisfu Sya'ban : "Allahumma innaka 'afuwwun karimun,tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni. Allahumma inni as alukal 'afwa wal 'afiyah wal mu'afatat daimah fid dini wad dunnya wal akhirah". Amin, Wallahu A'lam []

*Al-Faqir Ila Rahmatillah 'Azza Wajalla


Posting Komentar

0 Komentar