Telusuri

Kasih Sayang dan Bunda Tersayang

Foto : Google

Hari ini, tepatnya pada tanggal 14 Februari 2019, sedang ramai diperbincangkan mengenai hari kasih sayang atau yang disebut dengan hari Valentine. Kalau kita membuka wikipedia, Hari Valentine atau disebut juga hari Kasih Sayang, adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat.
Sementara Dunia Barat itu sendiri atau sering disebut Barat saja merujuk kepada negara-negara yang berada di benua Eropa dan Amerika. Dunia Barat dibedakan dari Dunia Timur yang digunakan untuk merujuk kepada Asia. Meskipun begitu, pada umumnya kata ini lebih sering diasosiasikan terhadap negara-negara yang mempunyai mayoritas penduduk berkulit putih. Oleh karena itu, Australia dan Selandia Baru juga sering dianggap sebagai bagian dari dunia Barat.
Masih bersumber dari wikipedia, catatan pertama dihubungkannya hari raya Santo Valentinus dengan cinta romantis adalah pada abad ke-14 di Inggris dan Prancis, dimana dipercayai bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan bernama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Pada zaman itu bagi para pencinta sudah lazim untuk bertukaran catatan pada hari ini dan memanggil pasangan mereka “Valentine” mereka. Sebuah kartu Valentine yang berasal dari abad ke-14 konon merupakan bagian dari koleksi pernaskahan British Library di London.
Dari referensi di atas, maka kita dapat mengetahui sejarahnya dan tentu sebagai seorang muslim kita juga bisa memposisikan sikap diri kita dalam hal tersebut. Karena dalam setiap sesuatu tidak bisa lepas dari nilai filosofisnya. Sehingga juga akan ketemu esensi makna dan tujuannya. Karenanya mengetahui dan memahami prinsip-prinsip dalam ajaran Islam sangatlah penting, sehingga dengan demikian kita bisa mengamalkan Islam dengan baik.
Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam dan kehadirannya membawa kedamaian. Sehingga jika dalam realitas kehidupan ditemukan hal-hal yang bersifat perbedaan, kita sebagai muslim tetap bisa berpegang teguh pada tata aturan yang telah diatur dengan sempurna oleh Islam, dan tidak mudah untuk terpengaruh hanya dengan landasan ikut-ikutan, tanpa mengetahui apa,siapa, bagaimana, dan seterusnya. Karena dengan mengetahui itulah kita dapat mengukur esensitas dan urgensitasnya dalam kehidupan kita.
Islam hadir dengan konsep-konsepnya yang sempurna. Sehingga tidak ada yang luput dari pembahasan. Termasuk tentang kasih sayang misalnya, islampun telah mengaturnya. Dan bahkan dalam Islam tidak dibatasi ruang dan waktu, akan tetapi bersifat kontinyuitas atau terus-menerus dalam menebar kasih dan sayang, karena hal tersebut termasuk bagian dari wujud keimanan. Maka Rasulullah SAW. menegaskan dalam sabdanya :
“Tidak beriman (tidak sempurna keimanannya) salah seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satunya wujud dari cinta kasih dan sayang adalah nilai kebaktian terhadap orang yang kita cintai dan kita sayangi. Maka, sebagai closing dari tulisan ini ada pesan menarik yang penting untuk kita amalkan dalam mewujudkan rasa cinta dan kasih sayang kita dalam kehidupan.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Tafsir Al-Qurthubi X : 239). Semoga catatan singkat ini bermanfaat untuk kita semua. Wallahu a’lam
*Artikel ini dimuat di laman www.limadetik.com 14/02/2019

Posting Komentar

0 Komentar