Pembaca yang budiman, mohon maaf blog ini lama gak
muncul tulisan barunya,mungkin karena kesibukan saya sehingga belum
menyempatkan diri untuk menulis, tapi saya rasa gak maslah yang penting
semangat belajar selalu ada di hati kita.
Kali ini saya tertarik dengan artikel yang hari ini
disodorkan di meja kerja saya oleh salah satu rekan kerja saya. Ketertarikan
saya pada artikel ini karena artikel ini membahas tentang program yang saya
tekuni di tempat kerja saya.
Setelah saya mencoba telusuri di internet ternyata
artikel itu memang ada. Nah untuk berbagi ilmu sekaligus mengisi blog saya di
bulan ini, maka artikel itu saya copy dan saya posting kembali di blog ini
dengan judul yang berbeda, tentunya dengan mencantumkan sumbernya, dengan judul
asli Mulazamah : 24 Jam Sehari Bersama Para 'Ulama Handal
Semoga artikel yang saya copy dari www.fimadani.com ini
bermanfaat bagi kita semua. Selamat membaca...!
Mungkin mendengar semangat para ‘ulama zaman dulu yang
setia untuk menyertai syaikh (guru) dalam keseharian, atau rela menempuh
jarak beribu-ribu kilometer untuk menjumpai seorang guru guna memperoleh
ilmu-ilmu syar’i adalah hal yang biasa di telinga kita, meski untuk masa sekarang,
hal ini bisa dibilang sudah jarang dilakukan. Kita pun tak terlalu memusingkan
apa istilah yang tepat untuk membahasakan metode belajar yang terdengar
demikian ‘rumit’ itu. Metode belajar semacam itulah yang disebut dengan
mulazamah.
Mulazamah sudah dikenal sejak zaman Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam. Secara harfiah, mulazamah bisa diartikan menetapi dan
tidak meninggalkan. Istilah ini kemudian dialamatkan pada metode pendidikan
non-formal, dimana para santri menetapi dan tinggal bersama gurunya dalam
rangka mempelajari suatu ilmu. Metode belajar mulazamah ini menjadi idola para
penuntut ilmu generasi awal umat ini.
Sejarah mencatat, bahwa beberapa orang sahabat selalu
berusaha menyertai Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
banyak kesempatan. Salah satu tujuannya adalah supaya mereka dapat mengais ilmu
sebanyak mungkin dari beliau. Apalagi, ilmu yang diajarkan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tak hanya terangkum
dalam lisan beliau, tapi juga mengalir dalam perilaku dan perbuatan dalam
keseharian beliau.
Belajar secara mulazamah memang tak menjajikan surat
tanda tamat belajar atau gelar, seperti halnya sistem pendidikan formal yang
kerap menjadi pilihan banyak orang di masa sekarang. Karena memang,
bermulazamah tidaklah ada batas waktunya. Tidak tiga tahun, tidak enam tahun,
dan tidak pula sembilan atau dua belas tahun seperti halnya wajib belajar
yang diterapkan di Indonesia. Belajar dari buaian hingga liang lahat. Itu
prinsipnya.
Budaya metode belajar ini menuntut para murid untuk
mempelajari dan mematangkan kaidah dasar dari masing-masing disiplin ilmu. Dan
fakta yang harus dijumpai adalah wajibnya penguasaan Bahasa Arab, karena memang
bahasa langit itu menjadi sarana utama transfer ilmu-ilmu dasar yang lain,
meliputi ilmu hadits, tafsir, fiqh, serta ilmu dasar lainnya. Ya, ternyata
dalam metode mulazamah, ilmu-ilmu itu masih lah berlabel ‘dasar’.
Ilmu dasar bak sebuah kunci yang menjadi alat untuk
membuka setiap pintu-pintu ilmu yang hendak dimasuki. Setelah kunci dasar ilmu
ada di tangan, para santri itu akan semakin mudah dan cepat untuk mendalami
ilmu yang diinginkannya. Sebagai contoh adalah Ibnu Hajar, seorang ‘ulama
hadits yang diakui kepakarannya dalam duni Islam. Sesudah mematangkan ilmu
dasar yang memang diperlukan, dia lalu bermulazamah kepada Al Iraqi, seorang
muhaddits (pakar haddits) di zamannya, dan memperdalam padanya ilmu Hadits.
Metode belajar dengan bermulazamah sangatlah fleksible
karena memang tak banyak aturan atau persyaratan seperti hAl nya dalam penidikan
formal yang memang kadang justru mempersulit sesorang untuk belajar. Hanya
saja, yang harus diingat dan dijadikan maklum adalah penguasaan bahasa arab dan
ilmu dasar yang memang tidak bisa ditawar lagi. Metode ini pada dasarnya
terbuka bagi siapa saja yang menghendaki, yang ditutut oleh para masyayikh
hanyalah kesungguhan dari santri.
Metode mulazamah lebih menekankan pada sisi penguasaan
materi secara rinci. Para masyayikh tidak menjadikan target sebagai sesuatu
yang diburunya. Target memang harus ada, tapi hal itu tidak mengorbankan
pemahaman yang seharusnya diperoleh santrinya secara rinci dan mendetail.
Dalam metode ini, setiap disiplin ilmu dipelajari secara tuntas dan
demikian terperinci sebelum beralih pada disiplin ilmu yang lain. Dengan tanpa
mengabaikan pemenuhan aspek spiritual santrinya, intelektual santrinya terus
menerus diisi dan diasah.
Dalam sistem pendidikan ini, akhlaq dan adab para
penuntut ilmu ini sangat diperhatikan oleh sang masyayikh. Menilik berbagai
keunggulan sistem mulazamah ini, alangkah baiknya manakala sistem pendidikan
formal yang kini menjamur pun ditopang dengan sistem mulazamah, hingga mampu
melahirkan generasi rabbani yang faqih seperti halnya para pendahulu yang
memang mengaplikasikan sistem pendidikan ini.
Dalam catatan sejarah, ribuan orang tersohor yang
diakui kepakarannya dalam berbagai disiplin ilmu dan menjadi sumber rujukan,
adalah sebagian dari mereka yang melalui metode pembelajaran ini. Mulai dari
keempat khulafah rasyidin, hingga shahabat yang akhirnya berpencar di segenap
pelosok bumi yang lain.
‘Ibnu Mas’ud yang faqih dalam ilmu tafsir pada akhirnya
memilih Khuffah sebagai tempat tinggalnya dan ladang pahala baginya melalui
transfer ilmu dalam ta’lim-ta’limnya. Dari halaqah Ibn Mas’ud ini lahir
sejumlah ‘ulama besar seperti Al Qamah, Al Azwad ibn Yazid, Ibrahim An Nakhai,
dan Asy Syabi.
Sementara itu, di Makkah, Ibnu ‘Abbas adalah salah satu
masyayikh yang juga menyelenggarakan ta’lim. Dari halaqah Ibnu ‘Abbas, lahir
sejumlah ‘ulama yang pakar dalam bidang tafsir semisal Mujahid, Ikrimah, Atho’
ibn Abi Rabah, dan Said ibn Jubair.
Metode mulazamah kala itu memang berkembang pesat
karena banyaknya syaikh yang cukup mampu menjawab kobaran semangat
keingintahuan para murid untuk mendalami suatu disiplin ilmu. Karena ketiadaan
kondisi yang mengikat, para murid bisa berpindah dari satu syaikh ke syaikh
yang lain sesuai dengan ilmu yang diperlukan atau yang ingin didalaminya.
Bahkan tak jarang, para murid bertualang dari satu negeri ke negeri lain untuk
mendapatkan ilmu.
Sebagi contoh adalah Imam Syafi’i yang semula
bermulazamah pada Muslim ibn Khalid az-Zanji, lalu mengambil hadits pada Imam
Malik di Madinah, kemudian berpindah ke Mekkah dan bermulazamah kepada Sufyan
bin Uyainah, seorang ahli hadits di Makkah.
Beberapa ‘ulama kontemporer yang juga menjalani metode
mulazamah ini diantaranya dalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani, Syaikh
Abdul Aziz ibn abdullah ibn Baz, Syaikh Muhammad ibn Shalih Utsaimin, dan ulama
lain yang sangat menguasai bidang-bidang ilmu syar’i dan dijadikan rujuk kaum
muslimin.
Pada masa itu, segenap penjuru di Jazirah Arab sempat
menjadi pusat-pusat mulazamah. Sebut saja kota Bashrah, Yaman, Mesir, dan Syam.
Halaqah-halaqah mulazamah ini demikian eksis dan mampu melahirkan banyak ulama
handal, hingga akhirnya seiring perguliran masa, terlahir sistem pendidikan
formal yang lebih didominasi dengan cara pengajaran klasikal.
Hingga kini, beberapa negara di Timur Tengah masih
mempertahankan mulazamah sebagai sistem yang dinilai sangat efektif membantu
para mahasiswa yang belajar di pergutuan tingggi secara formal. Di Saudi
Arabia, misalnya, masjid-masjidnya masih semarak dengan mulazamah yang
kebanyakan diikuti oleh para mahasiswa yang ingin mempertajam ilmu yang
didapatnya di kelas.
Di Indonesia, kini beberapa ma’had dan pesantren mulai
kembali melirik metode ini dan menerapkannya dalam sistem belajar mengajar yang
dilaluinya, meski memang jumlahnya masih belum terlalu banyak. Beberapa
pesantren di Indonesia yang menerapkan mulazamah ini memang harus menyiapkan
tenaga pengajar yang tinggal di kompleks pesantren, sehingga selama 24 jam siap
untuk melayani transfer materi serta membimbing santri dalam memahami dan
mengamalkan berbagai ilmu syar’i yang dipelajari. Pertimbangan untuk kembali
menerapkan metode ini jelas lah karena jejak-jejak masa lampau membuktikan
ulama handal yang lahir dari rahim metode Mulazamah tak terpungkiri
kepakarannya.
1 Komentar